Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi ahli digital forensik Polri dalam sidang lanjutan red notice Interpol, dengan terdakwa Djoko Tjandra.
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, saksi ahli atas nama Kompol Heri Priyanto mengatakan pihaknya melakukan analisis 21 video terkait perkara Djoko Tjandra.
Keterangan ini ia sampaikan menjawab pertanyaan jaksa soal pemeriksaan barang bukti berupa hard disk.
Heri menjelaskan dalam hard disk yang disita, berisi setidaknya 3.123 file video.
Namun video yang berkaitan dengan perkara Djoko Tjandra hanya 21 buah, sisanya disebut tak berkaitan.
Baca juga: Ahli Digital Forensik Temukan Komunikasi Email Anita ke Djoko Tjandra Bersubjek Revisi Red Notice
"Setelah dilakukan proses imaging terdapat data yaitu antara lain gambar 0, video sebanyak 3.123, file audio terbanyak. dari data - data tersebut kita temukan informasi yang terkait dengan pemeriksaan berupa 21 file video," kata Heri di persidangan, Kamis (28/1/2021).
Kemudian jaksa kembali bertanya 21 video yang disebut berkaitan dengan perkara Djoko Tjandra itu dipilih sendiri oleh tim digital forensik atau ditentukan penyidik.
"Ada 21 file video, bagaimana menentukannya? Memang isinya 21 atau dipilah-pilah?" tanya jaksa kepada Heri.
Heri menyampaikan bahwa keputusan pemilihan puluhan video untuk dianalisis itu berdasarkan keterangan penyidik.
Baca juga: Pinangki Mohon Diampuni Atas Keterlibatannya di Kasus Djoko Tjandra
Penyidik lalu meminta tim digital forensik untuk menindaklanjuti pemeriksaan terhadap video-video yang sudah dipilih.
"Berdasarkan keterangan penyidik. Penyidik yang meminta dari sebanyak sekitar 3.123 file video, yang terkait dengan masuk pemeriksaan hanya 21 menurut penyidik," ujar Heri.
Diketahui, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menggelar sidang lanjutan perkara pengurusan red notice Interpol dengan terdakwa Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra, pada Kamis (28/1/2021) ini.
Sidang tersebut beragendakan mendengar keterangan saksi ahli yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Jaksa menghadirkan dua saksi ahli dari tim digital forensik Polri.
Satu saksi ahli dari tim digital forensik dari Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, AKP Adi Setya dalam persidangan yang sama mengungkap mendapati komunikasi antara Joko Tjandra dan Anita Kolopaking terkait revisi surat red notice.
Hal itu ia ungkap saat ditanya jaksa perihal apa yang ditemukan setelah memeriksa barang bukti perkara.
Terhadap ponsel bernomor bukti 276, barang bukti nomor 1, dan barang bukti berupa HP merek iPhone warna putih yang diperiksa, ditemukan komunikasi antara pihak yang terlibat perkara.
Yakni komunikasi antara Djoko Tjandra dan Anita Dewi Kolopaking selaku pengacaranya.
Baca juga: Tangis Jaksa Pinangki Saat Bacakan Pledoi, Ungkap Maaf dan Penyesalan Terlibat Kasus Djoko Tjandra
"Di sini pada pemeriksaan barang bukti 276 nomor barang bukti nomor 1, barang bukti iphone warna putih yang disita dari Anita Dewi Kolopaking," ucap Adi di persidangan.
Adapun bentuk komunikasinya adalah pengiriman dokumen melalui e-mail atau surat elektronik dengan nama subjek revisi surat red notice.
Isi dari kiriman surat elektronik tersebut juga dilengkapi dengan lampiran pada badan surat yang berbunyi;
"Dear Pak Joko, terlampir koreksi terbaru atas perihal tersebut di atas. Mohon berkenan di cek kembali. Tks atas perhatiannya".
"Pada poin C kami temukan terkait dengan sebuah informasi komunikasi e-mail. E-mail itu dikirim dari A_kolopaking@yahoo.com atas nama Anita Kolopaking dikirim kepada chanjoe89@gmail.com dengan nama Joe Chan JST. Kemudian ada juga dikirim ke jokotjandra@gmail.com, e-mail tersebut dengan subjek, revisi surat red notice," papar Adi.
"Berikut dilampirkan dengan kalimat juga 'dear pak Joko, terlampir koreksi terbaru atas perihal tersebut diatas mohon berkenan dicek kembali. Tks atas perhartiannya," ucap jaksa membacakan lampiran e-mail tersebut.
Baca juga: King Maker Kasus Djoko Tjandra Belum Tersentuh, Boyamin Ancam Gugat Praperadilan: Saya Punya Bukti
Adapun terpidana kasus korupsi hak tagih atau cessie Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra didakwa telah menyuap Pinangki Sirna Malasari selaku Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung RI, senilai 500 ribu dolar AS dari total yang dijanjikan sebesar 1 juta dolar AS.
Suap sebesar 1 juta dolar AS yang dijanjikan Djoko Tjandra itu bermaksud agar Pinangki bisa mengupayakan pengurusan fatwa Mahkamah Agung lewat Kejaksaan Agung.
Fatwa MA itu bertujuan agar pidana penjara yang dijatuhkan pada Djoko Tjandra berdasarkan putusan PK Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi.
Djoko sepakat dengan usulan Pinangki terkait rencana fatwa dari MA melalui Kejagung dengan argumen bahwa putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 atas kasus cessie Bank Bali yang menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun kepada Joko Soegiarto Tjandra tidak bisa dieksekusi sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 33/PUU-XIV/2016 yang menyatakan hak untuk mengajukan PK hanya terpidana atau keluarganya.
Akan tetapi, karena terdakwa Djoko Tjandra mengetahui status Pinangki sebagai jaksa, maka ia tidak mau melakukan transaksi secara langsung.
Selanjutnya, Pinangki menyanggupi akan menghadirkan pihak swasta yaitu Andi Irfan Jaya untuk bertransaksi dengan Djoko Tjandra dalam pengurusan fatwa ke MA.
Atas perbuatannya, Djoko Tjandra diancam melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.