News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

OTT Menteri KKP

Geledah Rumah Stafsus Edhy Prabowo, KPK Sita Dokumen Penting Kasus Suap Benur

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Staf khusus eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Andreau Pribadi Misanta.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah Andreau Misanta Pribadi, staf khusus mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, Rabu (27/1/2021) kemarin.

Penggeledahan ini terkait penyidikan kasus dugaan suap perizinan ekspor benih bening lobster atau benur yang menjerat Edhy dan Andreau sebagai tersangka.

"Tim penyidik KPK telah selesai melakukan penggeledahan di tempat kediaman tersangka AMP (Andreau Misanta Pribadi) di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya, Kamis (28/1/2021).

Dari penggeledahan tersebut tim penyidik menyita sejumlah dokumen penting terkait kasus suap izin ekspor benur.

Ali mengatakan dokumen-dokumen itu selanjutnya disita sebagai barang bukti kasus rasuah ini.

"Dari tempat tersebut, KPK menemukan dan mengamankan dokumen yang terkait dengan perkara ini. Penyidik akan menganalisa dan memverifikasi dokumen dimaksud untuk kemudian dilakukan penyitaan sebagai barang bukti dalam berkas perkara," kata Ali.

Dalam perkara ini KPK menetapkan total tujuh orang sebagai tersangka.

Enam orang sebagai penerima suap yakni eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo; stafsus Menteri KP, Safri dan Andreau Pribadi Misanta; sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Amiril Mukminin; Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi; dan staf istri Menteri KP, Ainul Faqih.

Baca juga: KPK Isyaratkan Terapkan Pasal TPPU di Kasus Edhy Prabowo, Diduga Istri Ikut Terima Aliran Uang Haram

Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan pihak pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito.

Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam kasusnya, Edhy Prabowo diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT ACK bila ingin melakukan ekspor. Salah satunya adalah perusahaan yang dipimpin Suharjito.

Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy. PT ACK diduga memonopoli bisnis kargo ekspor benur atas restu Edhy Prabowo dengan tarif Rp1.800 per ekor.

Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK  menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri. Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.

Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy.

Edhy diduga menerima uang Rp3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya. Selain itu, ia juga diduga pernah menerima 100 ribu dolar AS yang diduga terkait suap. Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp9,8 miliar.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini