Mengerasnya politik identitas, kebingungan di masyarakat dengan begitu banyaknya arus ideologi dan narasi politik maupun keagamaan harus dijawab dengan panduan beragama yang baik dan benar, sehingga tidak mengalienasi kelompok lainnya.
Baca juga: Oknum Ormas di Solo Bubarkan Paksa Acara Makan-makan Keluarga, Polisi: Ada Kelompok Intoleransi
“NU sudah melakukan itu semuanya, misalnya dengan mendorong agar tidak ada dikotomi antara kecintaan kepada rasa nasionalisme dan spiritualisme. Mencintai bangsa dan negara merupakan bagian dari keimanan,” ujarnya.
Kedepan, menurut Yenny yang harus lebih dikuatkan lagi adalah implementasi untuk mendorong masyarakat bisa mempraktekkan cara berinteraksi yang tetap mengedepankan akhlakul karimah, tanpa takut kehilangan akidah.
“Pluralisme dalam agama saja itu jelas ada, pemikiran antara kiai satu dengan yang lainnya belum tentu sama. Karena itu bagi NU mudah bagi kita untuk berinteraksi dengan kelompok non muslim,” kata Yenny.
Yenny mengatakan tantangan kedepan yang akan dihadapi Indonesia yakni persoalan keadilan, karena permasalahan keadilan yang terpercik di masyarakat menjadi salah satu pemicu timbulnya intoleransi dan radikalisme.
Oleh karena itu, ia berharap NU tetap memikirkan dan memformulasikan cara-cara berkeadilan agar bisa diimplementasikan dalam masyarakat.
“Keadilan-keadilan itu bagaimana caranya NU harus tetap memformulasikan agar bisa implementatif dalam kehidupan masyarakat,” ujarnya.