News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Gejolak di Partai Demokrat

Sosok Anas Urbaningrum, Eks Ketum Demokrat yang Disebut Ingin Adanya Perubahan Kepemimpinan Partai

Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha
Editor: Citra Agusta Putri Anastasia
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.

TRIBUNNEWS.COM - Nama Anas Urbaningrum kembali muncul seiring dengan gejolak politik di tubuh Partai Demokrat.

Mantan Ketua Umum Demokrat, Anas Urbaningrum, disebut sebagai satu dari empat tokoh yang ingin adanya perubahan kepemimpinan partai berlambang mercy itu.

Seperti yang diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, mantan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Yus Sudarso, menyebut ada empat faksi di dalam partai berlambang mercy yang menginginkan adanya perubahan kepemimpinan.

"Setidaknya saya amati dan saya tahu ada empat faksi dalam pertemuan ini," ujar Yus di kawasan Mega Kuningan, Jakarta, Selasa (2/2/2021).

Termasuk Anas Urbaningrum, Yus menyebut, empat faksi tersebut tanpa melakukan rencana bertemu, tetapi memiliki pemikiran ingin membawa Partai Demokrat lebih baik seperti dulu. 

Baca juga: Profil Subur Budhisantoso: Pendiri Demokrat Disebut Terlibat Gerakan, Sosok Penengah SBY Anas

Baca juga: SOSOK Moeldoko, Dulu Diangkat jadi Panglima TNI oleh SBY, Kini Disebut Mau Kudeta AHY di Demokrat 

Adapun inilah profil Anas Urbaningrum berikut sepak terjangnya:

Putra Blitar

Baca juga: Orang-orang Partai Soroti Isu Gerakan Kudeta Ketum Demokrat: PDIP hingga Gerindra

Mengutip dari Surya, Anas Urbaningrum yang lahir 15 Juli 1969 adalah anak Desa Ngaglik, Srengat, Blitar. 

Semasa kecil, Anas bekerja membuat batu bata di desanya. 

Hal itu diceritakan dalam dalam tayangan "Nostalgia" di TVOne beberapa waktu lalu.

Anas sangat fasih menceritakan proses pembuatan batu bata.

Dia melakukan pekerjaan itu ketika berada di bangku sekolah untuk membantu pemasukan pundi-pundi keuangan keluarga.

Pada sisi lain, Anas juga terlihat mengunjungi sekolah dasar (SD) tempatnya dulu bersekolah SDN Bendo No 1, Kecamatan Ponggok, Klabupaten Blitar, Jawa Timur.

"Ini sekolah favorit di Ponggok, dibangun sejak zaman Belanda dulu," kata dia.

Kata Anas, tak banyak yang berubah dari sekolah itu meski zaman berganti.

Termasuk dua pohon tanjung depan sekolah yang masih berdiri kokok, bangunan yang masih bagus, serta posisi tiang bendera yang tidak berubah.

"Saya spesialisasi pengibar bendera waktu sekolah di sini," ujarnya.

Baca juga: SOSOK Moeldoko, Dulu Diangkat jadi Panglima TNI oleh SBY, Kini Disebut Mau Kudeta AHY di Demokrat 

Dia juga menceritakan kenakalan masa kecilnya bersama kawan-kawannya.

Saat istirahat, mereka membuka laci guru dan menemukan daftar nilai murid kelas. Begitu ketahuan, gurunya memberi sanksi.

"Pelakunya disuruh di atas meja dan dipukul pakai penggaris," kata Anas sambil menunjuk sebuah penggaris di ruang kelas.

Yah itulah nostalgia masa kecil Anas Urbaningrum yang pernah menjabat ketua umum Partai Demokrat itu.

Riwayat Pendidikan

Baca juga: Pengamat Ini Sebut Konflik Partai Demokrat, Pertarungan Strategi Elite Parpol dan Elite Pemerintah

Anas menempuh pendidikan dari SD hingga SMA di Kabupaten Blitar.

Setelah lulus dari SMA, ia masuk ke Universitas Airlangga, Surabaya, melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) pada 1987.

Di kampus ini ia belajar di Jurusan Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, hingga lulus pada 1992.

Anas melanjutkan pendidikannya di Program Pascasarjana Universitas Indonesia dan meraih gelar master bidang ilmu politik pada 2000.

Tesis pascasarjananya telah dibukukan dengan judul "Islamo-Demokrasi: Pemikiran Nurcholish Madjid" (Republika, 2004).

Ia merampungkan studi doktor ilmu politik pada Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Kiprah Anas di kancah politik dimulai di organisasi gerakan mahasiswa.

Ia bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) hingga menjadi Ketua Umum Pengurus Besar HMI pada kongres yang diadakan di Yogyakarta pada 1997.

Dalam perannya sebagai ketua organisasi mahasiswa terbesar itulah, Anas berada di tengah pusaran perubahan politik pada Reformasi 1998.

Pada era itu pula ia menjadi anggota Tim Revisi Undang-Undang Politik, atau Tim Tujuh, yang menjadi salah satu tuntutan Reformasi.

Baca juga: Marzuki Alie Minta AHY Tidak Jadi Pemimpin Cengeng

Anggota KPU

Pada pemilihan umum demokratis pertama tahun 1999, Anas menjadi anggota Tim Seleksi Partai Politik, atau Tim Sebelas, yang bertugas memverifikasi kelayakan partai politik untuk ikut dalam pemilu.

Selanjutnya, ia menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum periode 2001-2005 yang mengawal pelaksanaan pemilu 2004.

Anas dilantik menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada periode 2000-2007 oleh Presiden Abdurrahman Wahid (alm.) pada 24 April 2001.

Anas menjadi anggota KPU bersama dengan Chusnul Mar’iyah, Daan Dimara, Hamid Awaludin, Imam Prasodjo, Mudji Sutrisno, Mulyana W Kusuma, Nazaruddin Syamsuddin, Ramlan Surbakti, Rusadi Kantaprawira, dan Valina Singka Subekti.

Para anggota KPU tersebut kemudian memilih Nazaruddin Syamsuddin sebagai ketua.

Tugas besar KPU periode ini adalah melaksanakan pemilihan presiden secara langsung yang pertama dalam sejarah yang merupakan salah satu tonggak penting demokratisasi di Indonesia. Anas mengundurkan diri dari KPU pada 8 Juni 2005.

Ketum Demokrat

Setelah mengundurkan diri dari KPU, Anas bergabung dengan Partai Demokrat sejak 2005 sebagai Ketua Bidang Politik dan Otonomi Daerah.

Anas terpilih menjadi anggota DPR RI pada Pemilu 2009 dari daerah pemilihan Jawa Timur VII yang meliputi Kota Blitar, Kabupaten Blitar, Kota Kediri, Kabupaten Kediri dan Kabupaten Tulungagung dengan meraih suara terbanyak, yaitu 178.381 suara, melebihi angka Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) sebesar 177.374 suara.

Pada 1 Oktober 2009, Anas ditunjuk menjadi Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR RI.

Tugas berat yang berhasil dijalankannya dengan baik adalah menjaga kesolidan seluruh anggota Fraksi Partai Demokrat dalam voting Kasus Bank Century.

Menyusul pemilihannya sebagai ketua umum partai, pada 23 Juli 2010 Anas mengundurkan diri dari DPR.

Anas lalu menjadi ketua umum Partai Demokrat dari 23 Mei 2010 hingga menyatakan berhenti pada 23 Februari 2013.

Tersangka KPK dalam Proyek Hambalang

Pada 22 Februari 2013, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Anas sebagai tersangka atas atas dugaan gratifikasi dalam proyek Hambalang.

Keesokan harinya, pada 23 Februari 2013, Anas menyatakan berhenti dari jabatannya sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat dalam sebuah pidato yang disampaikan di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta.

Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam konferensi pers di Taman Politik DPP Demokrat, Senin (1/2/2021) (YouTube/Agus Harimurti Yudhoyono)

4 Fraksi Ingin Perubahan Demokrat

Tribunnews.com menuliskan, mantan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Yus Sudarso menyebut ada empat faksi di dalam partai berlambang mercy, ingin adanya perubahan kepemimpinan.

"Setidaknya saya amati dan saya tahu ada empat faksi dalam pertemuan ini," ujar Yus di kawasan Mega Kuningan, Jakarta, Selasa (2/2/2021).

Faksi pertama, kata Yus, orang-orang yang bermuara kepada pendiri dan mantan ketua umum Partai Demokrat yaitu Subur Budi Santoso. 

Kedua, faksi ketua umum Demokrat hasil Kongres 2005 di Bali, yaitu Hadi Utomo (almarhum). 

"Kebetulan saya sebagai koordinator pemenangan Hadi Utomo-Marzuki Alie," ucap Yus. 

Faksi ketiga yaitu, Anas Urbaningrum yang merupakan ketua umum Demokrat hasil Kongres di Bandung pada 2010.

"Keempat, faksi Pak Marzuki Alie, di sini ada mesin pemenangannya Pak Syofwatillah Mohzaib," paparnya. 

Menurut Yus, empat faksi tersebut tanpa melakukan rencana bertemu, tetapi memiliki pemikiran ingin membawa Partai Demokrat lebih baik seperti dulu. 

"Apa salahnya kami seperti pendiri di saat awal menjemput Pak SBY untuk mengantarkan beliau ke pemimpinan RI tahun 2004," tuturnya. 

"Dan juga apa salahnya kami, kalau hari ini menjemput figur, tokoh ke depan, apa salahnya Pak Moeldoko, seperti senior sebelumnya menjemput SBY," sambung Yus. 

Diketahui, tokoh yang hadir dalam acara pernyataan pendiri dan senior Partai Demokrat menyikapi pernyataan AHY, di antaranya mantan Ketua DPD Demokrat Sulteng Ahmad Yahya, mantan wasekjen Demokrat Tri Yulianto. 

Kemudian, mantan wasekjen Demokrat Syofwatillah Mohzaib, mantan anggota DPR Anton Rifai, dan mantan pimpinan pengawas komisi Demokrat M. Darmizal. 

(Tribunnews.com/ Chrysnha, Seno Tri/Surya/ Musahadah)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini