TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelisik pemberian izin budidaya dan ekspor benih bening lobster atau benur.
Hal itu ditelusuri KPK saat memeriksa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo pada pemeriksaan Rabu (3/2/2021).
"Diperiksa mengenai kebijakan diizinkannya budidaya dan ekspor benih bening lobster/BBL sebagaimana peraturan menteri KKP tanggal 4 Mei 2020 soal pengelolaan lobster, kepiting dan rajungan," kata Plt Juru bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya, Kamis (4/2/2021).
Baca juga: Edhy Prabowo Bantah Istri Ikut Terima Duit Suap Ekspor Benur: Dia Kan Punya Uang Juga
Penyidik juga mengonfirmasi mengenai uang-uang yang diamankan baik dari rumah dinas Edhy Prabowo dan tempat lainnya.
Diketahui KPK telah mengamankan uang dengan total Rp16 miliar yang merupakan gabungan dari uang yang diamankan saat operasi tangkap tangan (OTT) hingga saat melakukan penggeledahan di tujuh lokasi.
"Disamping itu dikonfirmasi mengenai uang- uang yang diamankan di rumah dinas saat penggeledahan," jelasnya.
Baca juga: KPK Endus Dugaan Suap Perizinan Tambak Udang di Provinsi Bengkulu
Selain Edhy, tim penyidik juga mengonfirmasi tersangka yang juga sekretaris pribadi Edhy Prabowo yakni Amiril Mukminin mengenai tugas-tugas jabatan tersangka sebagai satu di antara sespri Edhy selaku menteri KP.
"Selain itu di dalami mengenai penggunaan uang-uang yang diduga diterima dari pihak-pihak yang mengajukan izin ekspor BBL," ungkap Ali .
Sebelumnya, usai diperiksa pada Rabu (3/1/2021), Edhy menjelaskan kedekatannya dengan pebulu tangkis putri Indonesia yang dikaitkan dengan kasus suap perizinan ekspor benih lobster.
"Saya banyak dekat dengan pebulu tangkis laki-laki maupun perempuan, ya semuanya kita sama ratakan. Hanya saja kalau ada dianggap mengirim uang ke sana itu kan saya sering beli kok, beli raket, beli kok badminton, beli alat-alat segala macamnya. Itu kan tinggal dilihat saja," ucap Edhy Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Edhy mengaku pengiriman uang untuk peralatan bulu tangkis itu juga dilakukan melalui asisten pribadinya Amiril Mukminin.
"Kebetulan uang saya kan bukan saya yang pegang saja. Saya kadang-kadang kalau tidak sempat kirim langsung nyuruh dia kirim. Sekarang tinggal dibuktikan saja, yang jelas itu semua dilakukan dengan semangat olahraga, tidak ada urusan yang lain," ujar Edhy.
Baca juga: Edhy Prabowo Akui Gemar Minum Wine, Tapi Bantah Beli Pakai Duit Suap Benur
Namun, Edhy mengaku pernah menyewakan unit apartemen untuk dua pebulu tangkis, yaitu Keysa Maulitta Putri dan Debby Susanto pada tahun 2010 silam.
"Katanya saya memberikan apartemen, kalau Keysa sama Debby saya sudah sewakan apartemen di Kalibata City sudah lama sejak 2010 begitu saya kenal dia, tetapi sampai sekarang tidak ada hubungan khusus, bisa dibuktikan tanya sendiri sama yang bersangkutan," ungkap Edhy.
Dalam kasus dugaan suap perizinan ekspor benih lobster atau benur di KKP, KPK telah menetapkan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo; stafsus Menteri KP, Safri dan Andreau Pribadi Misanta; sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Amiril Mukminin; Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi; dan staf istri Menteri KP, Ainul Faqih sebagai tersangka atas dugaan penerima suap.
Sementara Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) dijerat atas dugaan pemberi suap.
Edhy diduga telah menerima sejumlah uang dari Suharjito, chairman holding company PT Dua Putera Perkasa.
Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK).
Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp1.800/ekor.
Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.
Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri.
Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.
Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosyita Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020.
Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy.
Edhy diduga menerima uang Rp3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya.
Selain itu, ia juga diduga pernah menerima 100 ribu dolar AS yang diduga terkait suap.
Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp9,8 miliar.
Diduga upaya monopoli itu dimulai dengan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster yang diterbitkan Edhy pada 14 Mei 2020.