TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri penyewaan apartemen yang dilakukan oleh mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Penyewaan unit apartemen yang diduga peruntukannya bagi orang lain itu dikerjakan oleh sekretaris pribadi Edhy, Amiril Mukminin.
Untuk mendalami dugaan ini, tim penyidik KPK memeriksa seorang saksi bernama Putri Elok pada kasus dugaan suap izin ekspor benih bening lobster (BBL) yang telah menjerat Edhy dan Amiril.
"Putri Elok (swasta), didalami pengetahuannya terkait adanya penyewaan unit apartemen oleh AM (Amiril Mukminin) atas perintah EP (Edhy Prabowo)," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi , Kamis (18/2/2021).
Baca juga: Kasus Ekspor Benih Lobster, Cerita Edhy Prabowo Pinjam Kartu Kredit Anak Buah saat Belanja di Hawaii
Ali mengatakan, uang yang digunakan untuk menyewa apartemen tersebut diduga bersumber dari para eksportir yang mendapat izin ekspor BBL.
"Adapun sumber uang untuk penyewaan apartemen tersebut diduga berasal dari para eksportir yang mendapatkan izin ekspor benur (BBL) di KKP," kata Ali.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tujuh tersangka.
Ketujuh tersangka itu yakni, Edhy Prabowo, tiga staf khusus Edhy, Andreau Pribadi Misanta, Safri serta Amril Mukminin; Siswadi selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo; Ainul Faqih selaku Staf istri Menteri KP; dan Suharjito selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama.
Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp10,2 miliar dan 100 ribu dolar AS dari Suharjito.
Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.
Sebagian uang suap tersebut digunakan oleh Edhy dan istrinya Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020.
Sekitar Rp 750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton serta baju Old Navy.