Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif The Indonesian Institute (TII) Adinda Tenriangke Muchtar, mempertanyakan kemampuan DPR dalam hal legislasi atau pembuatan suatu Undang-Undang.
Hal itu disampaikannya menyoroti pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta DPR merevisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) jika tidak memberikan rasa keadilan kepada masyarakat.
Dalam penerapannya, adanya pasal karet dan multitafsir membuat UU ITE kerap dijadikan alat untuk saling lapor.
Baca juga: Kemenkopolhukam Bentuk Dua Tim Bahas UU ITE, Salah Satunya Pelajari Soal Pasal Karet
Demikian disampaikan Adidan dalam diskusi daring Para Syndicate bertajuk 'Revisi UU Pemilu dan UU ITE: Substansi, Sensasi, Masturbasi Demokrasi?', Jumat (19/2/2021).
"Ini jadi menarik karena kalau mau dikaitkan dengan DPR, sebenarnya kemampuan mereka membuat legisasi itu seperti apa? resources-nya seperi apa? sehingga kadang-kadang prosesnya jadi membuat parah satu legisasi yang multitafsir dan day to day dia malah mengancam kebebasan sipil kita," kata Adinda.
Adinda mengatakan, dalam iklim demokrasi, partisipasi publik diperlukan untuk mengawasi jalannya roda pemerintahan.
Baca juga: Dua Tim Pemerintah Mulai Bekerja Senin Pekan Depan Bahas UU ITE
Namun, ketika kritik tersebut malah disambut dengan persekusi, buzzer, dan ancaman pidana maka hal itu sangat mengkahwatirkan.
UU ITE seolah menjadi alat legitimasi untuk memidanakan orang-orang kritis.
"Ketika ada peraturan perundang-undangan yang sebenarnya mengizinkan bahkan mengamanahkan partisipasi masyarakat, seharusnya ini disambut baik bukan malah dipersekusi, dihadapkan oleh buzzer bahkan dihadapkan pada hukum pidana. Itu sangat menyeramkan karena kita sendiri tidak punya kuasa berhadapan dengan kekuasaan hukum negara apalagi aparat hukum," ucapnya.
Adinda melihat bahwa revisi UU ITE ini mendesak untuk segera dilakukan.
Bila perlu, masyarakat pemilih juga perlu mengawasi jika ada partai politik yang cenderung mendorong peraturan perundang-undangan yang mengekang kebebasan berpendapat, harus dilawan dengan cara tidak memilih mereka saat pemilu.
"Revisi Undang-Undang ITE ini sangat mendesak dan memang harus dipastikan untuk menyisir pasal-pasal yang multitafsir," katanya.
Jokowi: Kalau UU ITE Tidak Beri Rasa Keadilan Saya Minta DPR Revisi