Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan surat telegram mengenai pedoman penyidik terkait penegakan hukum kasus yang berkaitan dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) di Indonesia.
Surat telegram itu dengan nomor ST/339/II/RES.1.1.1./2021 tentang pedoman penanganan hukum kejahatan siber berupa pencemaran nama baik, fitnah ataupun penghinaan.
Surat itu ditandatangani oleh Wakabareskrim Inspektur Jenderal Wahyu Hadiningrat atas nama Kapolri tertanggal 22 Februari 2021.
Baca juga: Pimpinan DPR soal Revisi UU ITE: Kami Jenuh dengan Pasal Pencemaran Nama Baik dan Penghinaan
Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Argo Yuwono pun telah mengkonfirmasi penerbitan telegram itu. Surat itu ditandatangani langsung oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Pranowo.
"Iya benar," kata Argo saat dikonfirmasi, Senin (22/2/2021).
Dalam surat telegram tersebut, Jenderal Sigit meminta kasus terkait dengan pencemaran nama baik bisa dapat diselesaikan dengan restorative justice.
Hal itu sebagaimana tertera dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE; Pasal 207 KUHP; Pasal 310 KUHP; Pasal 311 KUHP.
"Tindak pidana yang dapat diselesaikan dengan cara restorative justice adalah pencemaran nama baik/fitnah/penghinaan," tulis Jenderal Sigit dalam telegram tersebut.
Baca juga: Ini Nama-Nama Anggota Tim Telaah Substansi UU ITE Bentukan Pemerintah
Selanjutnya, Jendral Sigit juga meminta kasus yang berkaitan dengan pencemaran nama baik, fitnah ataupun penghinaan tidak dilakukan penahanan.
"Terhadap tindak pidana pencemaran nama baik/fitnah/penghinaan tidak dilaksanakan penahanan dan dapat diselesaikan dengan cara/mekanisme restorative justice," jelas Jenderal Sigit dalam telegram tersebut.
Berikutnya, Jenderal Sigit juga menyatakan sejumlah tindak pidana UU ITE juga beberapa di antaranya dimasukkan ke dalam kategori dapat berpotensi memecah belah bangsa.
Baca juga: Ini Nama-Nama Anggota Tim Telaah Substansi UU ITE Bentukan Pemerintah
Tindak pidana yang dimasukkan kategori itu apabila unggahan itu dapat mengandung unsur SARA, kebencian terhadap golongan atau agama dan diskriminasi ras dan etnis.
Aturan itu termaktub dalam Pasal 28 Ayat 2 UU ITE; Pasal 156 KUHP; Pasal 156a KUHP; Pasal 4 UU nomor 40 Tahun 2008. Kemudian, penyebaran berita bohong yang memedomani Pasal 14 ayat 1 UU nomor 1 Tahun 1946.
"Agar melaksanakan gelar perkara secara virtual meeting/zoom kepada Kabareskrim, Dirtipidsiber dalam setiap tahapan penyidikan dan penetapan tersangka," tukas dia.