TRIBUNNEWS.COM - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, mengaku siap dihukum mati terkait kasus dugaan suap ekspor benih lobster yang menjeratnya, jika terbukti bersalah.
Edhy menegaskan, dirinya tidak akan lari dari kesalahannya dan tetap bertanggung jawab.
"Sekali lagi kalau memang saya dianggap salah, saya tidak lari dari kesalahan, saya tetap tanggung jawab," ujar Edhy, Senin (22/2/2021), dikutip Tribunnews dari Kompas.com.
Tak hanya itu, Edhy juga mengaku siap menerima hukuman lebih dari hukuman mati demi masyarakat Indonesia.
“Jangankan dihukum mati, lebih dari itu pun saya siap yang penting demi masyarakat saya,” tegas Edhy.
Baca juga: Edhy Prabowo Keberatan Terus Dibully Tersangka Korupsi hingga Singgung Prestasinya Tak Dihormati
Baca juga: Pengakuan Edhy Prabowo Siap Dihukum Mati hingga Singgung Jasanya Bawa 14 Medali Emas Asian Games
“Saya tidak bicara lantang dengan menutupi kesalahan, saya tidak berlari dari kesalahan yang ada. Silakan proses peradilan berjalan," imbuhnya.
Lebih lanjut, Edhy mengatakan, setiap kebijakan yang ia ambil selama menjadi menteri adalah untuk kepentingan masyarakat.
Edhy menyebutkan, jika ia harus masuk penjara karena kebijakan yang dibuat, hal itu sudah menjadi risikonya.
"Intinya adalah setiap kebijakan yang saya ambil untuk kepentingan masyarakat."
"Kalau atas dasar masyarakat itu harus menanggung akibat akhirnya saya dipenjara, itu sudah risiko bagi saya," tandasnya.
Terkait kesiapan Edhy Prabowo dihukum mati, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat bicara.
Mengutip Kompas.com, Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan majelis hakim lah yang akan memutuskan hukuman.
"Terkait hukuman tentu majelis hakimlah yang akan memutuskan," kata Ali Fikri, Selasa (23/2/2021).
Meski begitu, Ali Fikri mengaku pihaknya telah memiliki bukti kuat atas dugaan suap yang dilakukan Edhy Prabowo dan kawan-kawan.
Ia mengatakan, penyelidikan terhadap Edhy dan kawan-kawan yang telah menjadi tersangka, masih berjalan hingga saat ini.
Baca juga: KPK Telusuri Aset Staf Khusus Mantan Menteri KKP Edhy Prabowo
Baca juga: Sandang Status Tersangka Korupsi, Edhy Prabowo Singgung Jasanya Bawa 14 Medali Emas Asian Games
Nantinya, setelah berkas lengkap, KPK akan segera melimpahkannya agar selanjutnya diadili.
"Setelah berkas lengkap tentu JPU (jaksa penuntut umum) KPK akan segera melimpahkan berkas perkara untuk diadili,” ujar Ali Fikri.
“Fakta hasil penyidikan akan dituangkan dalam surat dakwaan yang akan dibuktikan oleh JPU KPK," lanjutnya.
6 Saksi Diperiksa
Pada Selasa (23/2/2021), sebanyak enam saksi diperiksa terkait kasus dugaan suap ekspor benih lobster yang melibatkan mantan Menteri KP, Edhy Prabowo.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka EP (Edhy Prabowo)," ungkap Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, Selasa, dilansir Kompas.com.
Ia kemudian membeberkan identitas enam saksi tersebut, yakni:
- Seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS), Gellywynn DH Yusuf;
- Notaris Alvin Nugraha;
- Notaris Lies Herminingsih;
Baca juga: Utang Belasan Ribu Dolar Untuk Beli Barang Mewah ke Anak Buah, Edhy Prabowo: Akan Saya Bayar
Baca juga: KPK Kembali Perpanjang Masa Penahanan Edhy Prabowo
- Pimpinan BNI Cabang Cibinong, Alex Wijaya;
- Kkaryawan swasta, Badriyah Lestari;
- Seorang mahasiswa, Lutpi Ginanjar.
Termasuk Edhy, KPK telah menetapkan tujuh tersangka atas kasus dugaan suap ekspor benih lobster, mereka adalah:
- Staf Khusus Edhy sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas, Safri;
- Staf Khusus Edhy sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas, Andreau Misanta Pribadi;
- Sekretaris pribadi Edhy, Amiril Mukminin;
- Pengurus PT Aero Citra Kargo, Siswadi;
- Staf istri Edhy, Ainul Faqih;
- Pemberi suap, Direktur PT Dua Putra Perkasa, Suharjito.
Baca juga: Wasekjen MUI Dukung Wacana Hukuman Mati kepada Juliari Batubara dan Edhy Prabowo
Baca juga: Edhy Prabowo Bantah Vila yang Disita KPK Miliknya
Edhy Prabowo diduga telah menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan forwarder.
Dana suap tersebut ditampung dalam satu rekening dimana totalnya mencapai Rp 9,8 miliar.
Tak hanya itu, ia juga diduga menerima suap sebesar 100 ribu dolar Amerika dari Suharjito melalui Safri dan Amril.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, Kompas.com/Irfan Kamil)