News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polisi Virtual Bisa DM Pengguna Medsos Jika Temukan Konten Fitnah dan Pencemaran Nama Baik

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Febi Nur Amelia pingsan seusai menjalani sidang lanjutan dengan agenda putusan terkait kasus UU ITE, di Pengadilan Negeri, Medan, Selasa (6/10/2020). Hakim memvonis Febi bebas atas dakwaan kasus ITE saat menagih hutang istri polisi di media sosial.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Slamet Uliandi menyatakan pihaknya akan mengawasi konten media sosial yang terindikasi melanggar UU ITE terkait pencemaran nama baik, fitnah ataupun penghinaan.

Pengawasan oleh polisi virtual tersebut diterapkan di aplikasi ataupun platform yang paling banyak digunakan masyarakat seperti Facebook, Twitter, dan Instagram.

Menurut Slamet, pengguna sosial media yang diduga melanggar UU ITE bakal diberikan edukasi berupa pesan direct message (DM) melalui WhatsApp atau media lainnya berupa peringatan.

"Peringatan virtual sifatnya begini, pada saat orang melakukan kira-kira kesalahan, kita anggaplah si Badu. 'Saudara Badu hari ini Anda meng-upload konten jam sekian tanggal sekian, konten ini berpotensi pidana SARA dengan ancaman hukuman penjara'," kata Slamet di akun YouTube Siber TV.

Slamet menerangkan tim patroli siber bakal memberikan pesan peringatan sebanyak 2 kali kepada pelanggar. Dalam peringatan itu, tim akan menjelaskan terkait pasal yang dilanggar jika pelaku mengunggah konten tersebut.

Baca juga: Para Korban UU ITE Pertanyakan Keseriusan Pemerintah Hapus Pasal-pasal Karet

"Bentuk pesan peringatannya itu nanti kita akan sampaikan secara lengkap dengan informasi mengapa konten tersebut mempunyai pelanggaran atau kah kata-katanya, atau kah mengandung hoax," jelasnya.

Baca juga: Batasi Akses Internet hingga Blokir Konten, RUU Cyber Pemerintah Militer Myanmar Dinilai Langgar HAM

Sebaliknya, para pelanggar juga diminta untuk menurunkan kontennya tersebut paling lama 1x24 jam. Jika menolak, pelanggar akan dipanggil untuk dimintai klarifikasi.

"Pada saat dia tidak turunkan kita ingatkan lagi, kalau tidak ingatkan kita klarifikasi, undangan klarifikasinya itu pun sifatnya tertutup jadi orang tidak usah tahu karena privasi."

Baca juga: Pakar Keamanan Siber: Pasal Karet UU ITE Sudah Lama Dikeluhkan

"Namun kalau sudah dilakukan tahapan itu kemudian tidak mau kooperatif, kira-kira bagaimana? Tapi sesuai perintah Bapak Kapolri, cara-cara humanis itu harus dikedepankan karena ini program 100 hari beliau polisi yang humanis," tukasnya.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Idham Azis mengeluarkan surat edaran yang mengatur teknis penerapan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Hal tersebut sebagai wujud tindak lanjut janjinya untuk membenahi UU ITE Surat Edaran itu nomor: SE/2/11/202 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif.

Surat itu ditandatangani pada Senin 22 Februari 2021. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono membenarkan surat edaran tersebut. Ia menyatakan surat itu ditandatangani langsung oleh Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

"Iya benar," kata Argo.

Dalam surat edaran itu, Jenderal Listyo merujuk dan mempertimbangkan perkembangan situasi nasional terkait penerapan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang dinilai kontradiktif dengan hak kebebasan berekspresi masyarakat melalui ruang digital.

Atas dasar itu, Jenderal Sigit mengharapkan kepada seluruh anggota Polri berkomitmen menerapkan penegakan hukum yang dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini