TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tipikor Jakarta kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan suap dan gratifikasi, dengan terdakwa eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono, Rabu (24/2/2021).
Sidang digelar dengan agenda mendengar keterangan saksi A De Charge alias saksi meringankan yakni adik ipar Nurhadi, Elia.
Dalam kesaksiannya, Elia menegaskan meski Nurhadi menjabat Sekretaris MA, dirinya maupun keluarga lain tak pernah minta bantuan memfasilitasi perkara pengadilan. Sekalipun dirinya memiliki profesi yang bersinggungan erat dengan lembaga MA.
"Tidak pernah, tadi sudah saya sampaikan," kata Elia di persidangan.
Baca juga: KPK Yakin Dakwaan Mantan Sekretaris MA Nurhadi Terbukti
Nurhadi yang terhubung secara daring kemudian bertanya apakah Elia tahu bahwa Rahmat Santoso –adik ipar Nurhadi– dan partnernya pernah meminta dikenalkan dengan ketua pengadilan saat mengurus upaya hukum.
"Saudara punya profesi yang bersinggungan erat dengan lembaga di mana saya bekerja di Mahkamah Agung. Pernah denger nggak atau mengetahui Rahmat dengan partnernya atau sekutunya, minta supaya saya suruh memfasilitasi mengenalkan ketua pengadilan misalkan atau ditingkat banding?," tanya Nurhadi.
Elia kembali menegaskan bahwa persoalan itu tidak pernah dilakukan Rahmat. Bahkan Elia sama sekali tak pernah melihat Nurhadi atau istrinya, maupun Rezky Herbiyono datang ke kantor advokat tempat Rahmat bekerja.
"Tidak pernah. Saya tahu bahwa dia (Rahmat) pasti patuh dengan apa yang sudah diajarkan ibu dan itu pak Nurhadi pasti tahu. Saya tidak pernah melihat (Nurhadi maupun Rezky datang ke kantor Rahmat)," jelas dia.
Sebelumnya Eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi disebut menerima fee atau bayaran atas upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) Direktur PT Benang Warna Indonusa, Freddy Setiawan yang kala itu bergulir di MA. Permohonan PK itu menyangkut gugatan cerai harta gono gini.
Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Freddy membenarkan adik ipar Nurhadi, Rahmat Santoso menjanjikan memenangkan PK tersebut di MA. Alasannya karena Rahmat punya keluarga yang menjabat di lingkungan MA.
Imbalannya, disepakati uang senilai Rp21 miliar dengan bagian yang diberikan ke Nurhadi sebagai fee pemenangan perkara.
Pembayaran tersebut dilakukan bertahap pada tahun 2015. Totalnya senilai Rp23,5 miliar dari Freddy kepada Rahmat.
Rinciannya, pembayaran sebesar Rp19 miliar diberikan ke Rahmat sebelum putusan PK keluar. Kemudian Rp4,5 miliar setelah putusan PK diketok.
Diketahui upaya hukum PK Freddy yang diurus Rahmat berakhir dengan kemenangan di MA pada Mei 2015 lalu.