Kasus ini sama seperti kasus korupsi bansos. Banyak yang diduga terlibat namun belum semua dipanggil dan diperiksa KPK. Misalnya Ihsan Yunus yang disebut-sebut menjadi kunci empat vendor dengan nilai kontrak hampir dua trilyun rupiah.
Kasus yang sudah terbuka ini, menurut Arif, harus dijadikan pintu masuk bagi KPK untuk membongkar bisnis ekspor ilegal yang selama ini terjadi. IBC menemukan di luar ACK ada perusahaan lain yang disinyalir juga mengekspor lobster.
Salah satunya PT Grahafoods Indo Pasifik yang merupakan ketua asosiasi eksportir dan banyak berbicara kepada media massa usai Operasi Tangkap Tangan(OTT) KPK rupanya bisa mengekspor melalui jalur yang telah ditetapkan Kementerian KKP dan disetujui pihak Bea Cukai.
Perusahaan ini bersama sejumlah perusahaan lain bahkan bisa kembali mengekspor ketika keran izin ekspor dari KPK ditutup usai OTT KPK. Upaya ekspor menggunakan jalur yang telah ditetapkan juga direstui Bea Cukai.
"Masyarakat dibuat bingung tentang bagaimana sebenarnya tata kelola ekspor lobster. Karena kalau ini tidak dikelola dengan baik, selain komunitas nelayan kecil sangat dirugikan secara ekonomi, dampak lingkungannya sangat besar bagi Indonesia,” ujar Arif.
Menurut dia jika satu perusahaan diduga berani menyuap Rp5 miliar untuk terdaftar sebagai pengekspor menandakan bisnis ini sangat menguntungkan. Untuk itu, patut diduga bisnis lobster ini melibatkan banyak pihak yang kewenangannya terkait.
"KPK harus lebih berani mendalami pasar gelap ekspor lobster ini, karena patut diduga adanya manipulasi dan mark down (pengecilan kuantitas barang ekspor untuk mengurangi pajak) yang mengakibatkan pajak yang seharusnya diterima negara menjadi lebih kecil. Ini pasti melibatkan sejumlah oknum pemerintah dalam kasus ini," tutup Arif.(Willy Widianto)