Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Kabasarnas) Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi meminta jajarannya untuk memberikan Quick Response Search and Rescue atau respon pencarian dan penyelamatan cepat.
Hal tersebut diungkapkan Henri dalam sambutan peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Basarnas yang ke-49, Minggu (28/2/2021).
“Quick response akan berimplikasi pada golden hour. Semakin besar golden hour, maka keyakinan terhadap keselamatan hidup korban juga akan semakin besar. Itulah fokus utama operasi SAR, yaitu menyelamatkan jiwa atau hidup korban,” ungkap Henri melalui keterangan tertulis, Minggu (28/2/2021)
Quick response menjadi bagian dari response time, yaitu pergerakan tim SAR sesaat setelah menerima laporan atau melihat langsung kondisi kedaruratan sampai di lokasi kejadian.
Baca juga: Sabam Sirait Apresiasi Basarnas dan Gotong Royong Masyarakat
Response time Basarnas selama ini sudah sekitar 30 menit.
Response time tersebut meliputi pergerakan yang dimulai dari persiapan personil, peralatan, dan sarana prasarana, jarak tempuh atau jarak jangkau hingga sampai lokasi kejadian.
Kecepatan response time tersebut juga didukung penuh oleh Potensi SAR, khususnya Potensi SAR terdekat dengan lokasi kedaruratan sebagai tindak awal sebelum tim SAR tiba di lokasi kejadian.
Baca juga: Tim Rescue Basarnas Bandung ke Bekasi Bantu Pencarian Korban Jebolnya Tanggul Sungai Citarum
“Karena itu, komunikasi dan koordinasi dengan seluruh stakeholder bidang SAR atau Potensi SAR harus lebih intensif lagi. Mereka adalah pilar utama keberhasilan pelaksanaan operasi SAR,” imbuhnya.
Kabasarnas yang baru dilantik tanggal 4 Februari 2021 tersebut juga memberikan arahan langsung kepada seluruh pegawai di lingkungan Basarnas.
“Persepsi kita harus sama, baik pola pikir maupun pola tindak, sehingga akan terbentuk team work yang solid dan sinergi dalam penyelenggaraan SAR,” ungkap Henri.
Baca juga: Basarnas Terjunkan Tim Evakuasi Korban Jebolnya Tanggul Citarum
Henri mendorong unit kerja maupun unit pelaksana teknis terkait budaya SAR di masyarakat.
Budaya SAR merupakan upaya untuk meningkatkan awareness atau kewaspadaan masyarakat khususnya mereka yang hidup di kawasan rawan kecelakaan, bencana, dan kondisi membahayakan manusia.
Masyarakat diharapkan memahami esensi SAR preventif, memiliki pengetahuan, dan kemampuan dasar di bidang SAR.
Orientasinya, saat terjadi kondisi kedaruratan, minimal mereka dapat menyelamatkan dirinya sendiri, baru membantu menyelamatkan orang-orang di sekitarnya.
“Budaya SAR sangat penting. Dengan pemahaman yang komprehensif terkait SAR di masyarakat, maka jatuhnya korban dapat kita minimalisir. Budaya SAR berkaitan erat dengan semangat gotong royong yang menjadi ciri khas tradisi bangsa Indonesia,” jelas Henri.
Menurutnya, kondisi kedaruratan harus menjadi kesadaran bersama.
Kondisi tersebut sebagai konsekuensi logis dari geografis, geologis, dan hidrografis wilayah NKRI yang memiliki potensi rawan terhadap kedaruratan.