TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Krisis politik yang terjadi di Myanmar pasca terjadinya kudeta militer 1 Februari 2021 kini terus memanas.
Aktivis pro-demokrasi terus melakukan demontrasi untuk membebaskan au san suu kyi dari tahanan.
Di samping itu para demontran juga menuntut pengakuan atas kemenangannya dalam pemilu sekaligus meminta dukungan para negara sahabat khususnya ASEAN.
Dilansir dari Reuters, korban tewas akibat demontrasi sudah mencapai 38 orang.
Ketua komisi Hubungan Internasional Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Mahfut Khanafi mengatakan, kejadian kudeta militer Myanmar menjadi salah satu ujian bagi ASEAN dalam mencipatakan kedamaian, keamanan, stabilitas, dan kesejahteraan di kawasan Asia Tenggara.
“Kudeta militer yang terjadi di Myanmar menjadi peringatan besar bagi ASEAN, sebab eksistensi lembaga ini sudah diragukan kemanfaatanya pasca terjadi krisis kemanusian di negara yang sama, kini waktunya ASEAN melakukan konsolidasi politik guna mencara solusi” Kata Mahfut di Jakarta, Jumat (5/3/2021).
Baca juga: KBRI Yangon Tetapkan Myanmar Status Siaga II, Kemlu Kembali Keluarkan Himbauan untuk WNI
Lebih lanjut, Mahfut menilai, Indonesia menjadi salah satu negara yang paling penting dalam memberikan solusi kepada Myanmar.
Selain negara terbesar yang mengunakan sistem demokrasi di ASEAN, Indonesia juga pernah mempunyai pengalaman yang hamipr sama pada saat reformasi pada tahun 1998.
“Paling tidak dengan pengalaman tersebut Indonesia mampu melakukan kanalisasi sehingga dapat memberi solusi jalan tengah bagi krisis politik di Myanmar, Sudah cukup terjadi pertumpahan darah akibat transisi demokrasi. Ini era milenium, di mana mewujudkan demokrasi tidak perlu menciderai hak asasi," ujarnya.