TRIBUNNEWS.COM - Politisi PDIP, Guntur Romli memberikan tanggapannya setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengadakan konferensi pers soal penetapan tersangka Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto dalam kasus dugaan suap yang melibatkan Harun Masiku.
Guntur mengatakan, penetapan Hasto itu merupakan bentuk politisasi.
Pasalnya, kabar penetapan tersangka Hasto itu pertama kali tersebar di media, sebelum PDIP mengetahuinya.
"Setelah ini akan ada sikap resmi dari PDI Perjuangan, saya hanya ingin memberi respons bahwa kasus ini merupakan persoalan politisasi, lebih ke persoalan politik."
"Pertama kalau kita lihat, bocornya sprindik itu ke media terlebih dahulu, iya kan? Ini semacam ada penggiringan opini," ungkapnya, dikutip dari YouTube Kompas TV, Selasa (24/12/2024).
Alasan lain, Guntur menyampaikan bahwa Hasto sebenarnya sudah mengetahui jauh-jauh hari mengenai kasus Harun Masiku itu menjadi sandera politik.
Guntur juga menyatakan, ada yang menyampaikan bahwa Hasto tidak akan menjadi tersangka apabila pemecatan Presiden ke-7, Joko Widodo (Jokowi) dari PDIP dibatalkan.
"Kedua, persoalan politik itu, Mas Hasto sudah mendengar jauh-jauh hari soal kasus ini menjadi sandera politik dan Mas Hasto juga ada yang menyampaikan, ini sudah direkam."
"Kemudian disampaikan sebagai bukti di notaris bahwa Mas Hasto itu tidak akan menjadi tersangka kalau pemecatan Pak Jokowi itu dibatalkan," katanya.
Atas dasar tersebutlah, Guntur mengatakan bahwa penetapan Hasto ini merupakan politisasi.
Setelah ini, katanya, PDIP akan segera memberikan keterangan resmi mereka soal penetapan tersangka Hasto tersebut.
Baca juga: Kapan Hasto Ditangkap usai Ditetapkan Tersangka Kasus Harun Masiku? Ini Kata KPK
"Jadi ini benar-benar persoalan kasus politik, ini keterangan resmi nanti akan disampaikan oleh partai bahwa ini benar-benar persoalan politik," ujarnya.
Saat ini, Guntur mengatakan, PDIP sedang diacak-acak karena ada upaya untuk mengambil alih partai.
"Dan ini terkait juga, misalnya saat ini PDI Perjuangan, kalau dalam bahasanya Ibu Megawati, diawut-awut, diacak-acak."