Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menunda sidang perkara penyebaran berita bohong dan membuat keonaran, dengan terdakwa pimpinan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jumhur Hidayat, Senin (8/3/2021).
Sidang ditunda lantaran jaksa yang menangani perkara tengah menjalani persidangan lainnya.
Dengan alasan tersebut, kubu Jumhur Hidayat meminta sidang ditunda pekan depan.
Hakim ketua Agus Widodo memutuskan penundaan sidang Jumhur dan dijadwalkan kembali pada Senin (15/3/2021) pekan depan.
Baca juga: Tidak Paham UU Cipta Kerja, Jumhur Hidayat Curiga Saksi di Persidangan Merupakan Orang Bayaran
Kuasa hukum Jumhur, Oky Wiratama mengatakan terpaksa memilih sidang ditunda karena jika tetap dilanjutkan maka persidangan baru akan dimulai pada malam hari. Sehingga ia menilai jalannya persidangan tidak akan efektif.
"Untuk sidang hari ini ditunda dengan alasan tadi jaksanya masih ada sidang lain sehingga baru bisa dilanjutkan malam hari," kata Oky usai sidang ditutup.
"Kalau baru malam mulai itu tidak efektif karena agenda hari ini adalah pemeriksaan saksi dari jaksa, takutnya tidak efektif dan sidang ditunda lagi hari Senin pekan depan tanggal 15 Maret," ucap dia.
Dalam kesempatan yang sama, tim hukum Jumhur turut mengusulkan majelis hakim agar melangsungkan sidang dua kali dalam seminggu.
Baca juga: Kuasa Hukum Jumhur Hidayat Nilai Saksi Fakta yang Dihadirkan Jaksa Tidak Kompeten dan Tak Layak
Dengan alasan mempercepat proses pemeriksaan.
"Jadi mulai minggu depan sidangnya dua kali, senin dan kamis. Senin pagi jam setengah 10 dan Kamis jam 1 siang. Karena untuk mempercepat proses pemeriksaaan Jumhur sih sebenarnya," ucap Oky.
Jumhur Hidayat Didakwa Sebar Berita Bohong dan Buat Onar di Medsos
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa pentolan KAMI Jumhur Hidayat menyebarkan berita bohong dan membuat keonaran lewat cuitan di akun Twitter pribadinya, terkait Undang - Undang Omnibus Law Cipta Kerja.
Jaksa menilai cuitan Jumhur ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), dalam hal ini golongan pengusaha dan buruh.
Akibat dari cuitannya itu, timbul polemik di tengah masyarakat terhadap produk hukum pemerintah. Sehingga berdampak pada terjadinya rangkaian aksi unjuk rasa yang dimulai pada 8 Oktober 2020, hingga berakhir rusuh.
Baca juga: Kuasa Hukum Pentolan KAMI, Jumhur Hidayat, Kembali Minta Hakim Hadirkan Kliennya Secara Offline
"Salah satunya, muncul berbagai pro kontra terhadap Undang-undang Cipta Kerja tersebut sehingga muncul protes dari masyarakat melalui demo. Salah satunya, demo yang terjadi pada tanggal 8 Oktober 2020 di Jakarta yang berakhir dengan kerusuhan," imbuh jaksa.
Cuitan Jumhur yang dianggap menyalakan api penolakan masyarakat terhadap UU Cipta Kerja terjadi pada 25 Agustus 2020. Melalui akun Twitter @jumhurhidayat, ia mengunggah kalimat "Buruh bersatu tolak Omnibus Law yang akan jadikan Indonesia menjadi bangsa kuli dan terjajah".
Kemudian pada 7 Oktober 2020, Jumhur kembali mengunggah cuitan yang mirip - mirip berisi "UU ini memang utk PRIMITIVE INVESTOR dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BEERADAB ya seperti di bawa ini".
Atas perbuatannya, Jumhur didakwa dengan dua dakwaan alternatif. Pertama, Pasal 14 ayat (1) jo Pasal 15 Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1946 KUHP, atau Pasal 45A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) Undang-undang RI nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan dari Undang - Undang RI nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.