Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menjawab pertanyaan terkait Kebijakan PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) 2021 yang diatur dalam Permendikbud Nomor 1 tahun 2021.
Salah satunya terkait jalur zonasi yang dianggap sejumlah pengamat menghilangkan roh dari kebijakan zonasi sebelumnya.
Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbud, Chatarina Muliana mengatakan kebijakan PPDB yang baru disusun berdasarkan masukan dari sejumlah kepala dinas dari sebelum diundangkan dan dibuat norma-norma draft perubahan.
Baca juga: Kemendikbud Dorong Musik Tradisional Bersaing di Kancah Internasional
“Ini adalah beberapa point masukan dari dinas, termasuk bagaimana pelibatan sekolah swasta,” kata Chatarina, pada webinar Vox Populi Institute Indonesia, Minggu (14/3/2021)
Kemendikbud menetapkan pendaftaran PPDB dilaksanakan melalui jalur zonasi, prestasi, dan perpindahan tugas orang tua atau wali murid.
Baca juga: Kemendikbud Minta Guru Peserta Seleksi PPPK Waspada Penipuan Bermodus Calo
Namun, PPDB yang sudah dimulai tahun 2017 itu mengalami penyesuaian pada aturan PPDB di tahun 2021.
Aturan PPDB tahun 2021 disebut menghilangkan roh dari kebijakan zonasi sebelumnya.
Kebijakan zonasi dibuat agar akses pendidikan lebih luas bagi kaum marjinal dan distribusi peserta didik lebih merata.
Termasuk menghapus stigma sekolah negeri favorit dan meningkatkan mutu pendidikan Indonesia dalam jangka panjang.
Baca juga: Kuota Kemendikbud 2021 untuk Apa Saja? Ini Daftar dan Cara Cek serta Besarannya
Pada aturan PPDB 2021, kesempatan peserta didik berprestasi sampai dengan 30% dibandingkan hanya 5% saat kebijakan zonasi diluncurkan tahun 2017 yang lalu.
Cathrine menjelaskan bahwa kesempatan peserta didik berprestasi sampai dengan 30% tidak untuk dimaknai untuk memunculkan kembali sekolah favorit.
Namun untuk menyambut kebijakan merdeka belajar, yang salah satunya penghapusan ujian nasional (UN).
Pihaknya di Kemendikbud berusaha membuka sekolah yang dianggap favorit dengan berdasarkan angka UN selama bertahun-tahun, pelan-pelan akan dibuka untuk seluruh jenis prestasi.
“Sehingga jika UN mulai tahun kemarin dihapus, otomatis pembentukan budaya yang kemarin itu berubah. Jadi tidak ada lagi jalur prestasi yang hanya berdasarkan nilai UN,” ujarnya.
Sekolah-sekolah yang ingin mendapatkan murid-murid berprestasi yang terukur dapat menerima peserta didik yang memiliki sertifikat perlombaan, baik di tingkat bawah hingga di tingkat nasional.
Menurutnya itu jauh lebih terukur daripada menggunakan nilai rapor yang dijadikan satu-satunya nilai pengukuran prestasi siswa.
Catherine berujar nilai rapor dapat dijadikan penambahan nilai prestasi siswa, setelah melihat bakat-bakat riil yang dimiliki siswa dari ajang perlombaan yang pernah diikuti.
“Itu kalau memang kita ingin mencari anak-anak berprestasi sesuai dengan bakat yang diberikan oleh Tuhan,” ujarnya.
Kebijakan ini juga mendorong daerah untuk membuat lebih banyak perlombaan di tingkat Kabupaten.
Namun dengan adanya pandemi yang tidak terduga, ia mengakui hal-hal yang ingin didorong Kemendikbud tidak mungkin dilaksanakan, sehingga nilai rapot terpaksa menjadi satu-satunya ukuran pengukuran prestasi di tahun lalu.
“Tapi kedepan, dengan kondisi normal, dengan adanya penghapusan UN, pemerintah daerah harus lebih banyak menggalakan perlombaan,” ujarnya.