TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekjen Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang, Jhoni Allen Marbun, menguraikan landasan hukum perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dan Perubahan Susunan Kepengurusan DPP Partai Demokrat Periode 2021-2025 hasil KLB 2021 yang disampaikan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemkumham).
Jhoni mengklaim, KLB Partai Demokrat hasil KLB Deli Serdang adalah sah dan dilaksanakan untuk memperbaiki permasalahan internal partai yang terakumulasi dari sejak Kepemimpinan Ketua Umum Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga Kongres Ke-V Partai Demokrat, yang disebutnya, dirancang untuk mewariskan Ketua Umum kepada Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Menurutnya, para senior dan pendiri Partai Demokrat menerima aduan dan keluhan permasalahan isi muatan AD/ART Tahun 2020 yang telah disahkan oleh Kemenkumham banyak ditemukan pasal dan ketentuan yang tidak sesuai dengan UU Nomor 2 Tahun 2011, Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik.
Baca juga: Jhoni Allen Tuntut Ganti Rugi Rp 55,8 Miliar, Demokrat: Kami Tak Gentar Sama Sekali
"Pertama, AD/ART Tahun 2020 memberikan kekuasaan absolut kepada Ketua Majelis Tinggi dan Ketua Umum dengan mengamputasi hak-hak Anggota dan Pengurus Daerah/Pengurus Cabang. Kedua, Bahwa AD/ART Tahun 2020 membatasi kewenangan dan menghilangkan fungsi Mahkamah Partai," ujar Jhoni Allen dalam keterangannya, Minggu (21/3/21).
Lebih jauh dia menyebutkan bahwa AD/ART dan Kepengurusan Partai Demokrat tahun 2020 yang telah disahkan oleh Kemenkumham dapat dibatalkan. Pasalnya, menurut Jhoni, AD/ART tersebut telah bertentangan dengan Undang Undang tentang Partai Politik.
"Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH-09.AH.11.01 Tahun 2020 Tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrat Tanggal 18 Mei 2020, Memutuskan : Menetapkan Point Keempat : Apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam Keputusan ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya," urainya.
"Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH-15.AH.11.01 Tahun 2020 Tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Masa Bakti 2020-2025 yang ditetapkan tanggal 27 Juli 2020, Memutuskan : Menetapkan Point Kelima : Apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam Keputusan ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya," lanjutnya.
Selain itu, pada AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020 tercantum kewenangan Ketua Majelis Tinggi mengamputasi Kedaulatan Anggota sehingga tidak serta merta Kongres atau KLB dapat dilaksanakan karena masih harus mendapatkan persetujuan Ketua Majelis Tinggi Partai.
"Oleh sebab itu, kewenangan Majelis Tinggi/Ketua Majelis Tinggi mengamputasi Kedaulatan Anggota. Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 Pasal 15 ayat 1," tegas Jhoni.
Begitupun, Menurutnya, ketentuan pasal-pasal yang memuat tentang ketua umum dan wakil ketua umum telah bertentangan dengan UU Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik.
Selain itu, pasal yang memuat tentang Mahkamah Partai telah bertentangan dengan UU Nomor 2 Tahun 2011 Pasal 32 ayat 5.
"Mahkamah Partai yang dibentuk pada Kongres Ke-V dimana Ketua Umumnya AHY dan telah disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM RI cacat hukum sehingga Mahkamah Partai mandul dan tidak dapat dipergunakan," jelas Jhoni.
"Materi dan atau muatan pasal-pasal dalam AD/ART Tahun 2020 tersebut diatas telah melanggar Undang-Undang Tentang Partai Politik, di mana Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Bapak SBY dan Ketua Umum Partai Demokrat AHY telah mengamputasi kedaulatan anggota, mematikan asas demokrasi dan keadilan," sambungnya.
"Oleh sebab itu, tegasnya, AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020 harus diubah agar tidak bertentangan dengan UU Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan UU Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik dan UU Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik," tandasnya.