News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Penanganan Covid

Dubes RI di Jepang Diminta Karantina 14 Hari Usai Menerima Kunjungan Menteri Perindustrian

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Duta Besar RI untuk Jepang Heri Akhmadi saat berbincang dengan Tribun Network.

Laporan Wartawan tribunnews.com, Lusius Genik

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Duta Besar RI untuk Jepang, Heri Akhmadi mengungkapkan bahwa Jepang sangat ketat dalam menerapkan kebijakan terkait penanganan pandemi Covid-19.

Jepang telah menerapkan sejumlah sanksi tegas bagi para pelanggar protokol kesehatan sejak gelombang ketiga pandemi Covid-19 melanda negara itu.

Sanksi-sanksi tegas tersebut bisa berupa denda hingga dikucilkan oleh masyarakat.

Sementara bagi warga asing yang melanggar aturan terkait penanganan Covid-19, sanksi tegas bisa berupa deportasi.

"Mulai terjadi gelombang pandemi Covid-19 ketiga, Jepang menerapkan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan. Bisa didenda, bisa dikucilkan. Bagi orang asing yang melanggar, itu bisa diusir, dideportasi," ujar Heri saat berbincang dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra, Senin (22/3/2021).

Baca juga: Jelang Olimpiade, Warga Asing Masuk Jepang Wajib Test PCR 3 Kali dan Karantina 2 Minggu

Baca juga: Singapura – Australia Bahas Kemungkinan Dibuatnya Koridor Perjalanan Udara Tanpa Karantina

Ketatnya aturan terkait penanganan Covid-19 juga dirasakan oleh Heri yang merupakan perwakilan Indonesia di Jepang.

Heri sekarang ini sudah berhari-hari hanya berada di kantornya, tidak boleh ke manapun.

Dia harus melakukan isolasi mandiri setelah menerima kunjungan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita 10 hari lalu.

"Saya berhari-hari tidur di ruang kerja. Begitu aturannya, jadi saya ikuti seperti itu," kata Heri.

Usai kunjungan Menteri Perindustrian  tersebut, Heri diminta menandatangani sebuah surat perjanjian tertulis kepada Pemerintah Jepang yang menyatakan bahwa dia akan melakukan isolasi mandiri.

"Saya diminta menandatangani satu written pledge, janji tertulis kepada pemerintah Jepang melalui menteri luar negeri nya bahwa setelah saya beserta seluruh staff kedutaan selesai mendampingi Pak Menteri, saya harus dikarantina selama 14 hari. Jadi saya akhirnya sadar, ketat juga," kata Heri.

Pemeriksaan kesehatan bagian karantina Bandara Narita untuk tes PCR. (Koresponden Tribunnews.com/Richard Susilo)

Bahkan untuk memastikan Heri selalu di kantornya selama 14 hari, Pemerintah Jepang turut menggunakan sistem pelacak pada ponsel.

"Iya bisa persona non grata (kalau melanggar kesepakatan isolasi mandiri). Mereka juga mempunyai sistem pelacakan lewat handphone. Jadi kalau kita keluar dari daerah edar kita, dia bisa tahu," kata Heri.

Berkat ketatnya penerapan kebijakan terkait penanganan Covid-19, Jepang perlahan bisa mengendalikan laju penularan virus.

Baca juga: VIRAL Wanita Ini Dapat Kekasih di Wisma Atlet saat Jalani Rawat Isolasi Covid-19, Berikut Kisahnya

Baca juga: Tahapan Penanganan Limbah Masker Bekas Sekali Pakai di Tempat Isolasi Mandiri Saat PPKM Skala Mikro

Saat ini, kata Heri, kasus terkonfirmasi Covid-19 harian di Jepang lebih kecil dibandingkan dengan di Indonesia.

"Di Indonesia kasus terkonfirmasi Covid-19 harian sudah hampir 4/100 ribu. Angka ini setengah lebih tinggi dibanding Jepang yang hanya sekitar 2/100 ribu," jelas Heri.

Kendati demikian, angka okupansi dan tingkat kematian akibat Covid-19 di Jepang jauh lebih kecil dibandingkan Indonesia.

"Tapi tingkat perawatan di rumah sakit di Jepang jauh lebih rendah. Apalagi tingkat kematian akibat Covid-19. Di sini jauh lebih rendah karena sistem kesehatannya jauh lebih baik," kata Heri.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini