TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengkritik rencana menghidupkan kembali Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) yang pada masa Orde Baru dikenal sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) berencana untuk menghidupkan PPHN melalui amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang sedang dikaji saat ini.
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) ini menilai PPHN tidak memiliki implikasi hukum karena Presiden tidak dipilih dan bisa dijatuhkan MPR, seperti di masa Orde Baru.
Karena itu menurut dia, penerapan haluan negara sudah tidak relevan dan berfaedah lagi di masa sekarang.
“Menurut saya tidak ada implikasi hukum, kalaupun ada haluan negara apapun nanti namanya. Karena presiden tidak dipilih oleh MPR dan tidak juga bisa dijatuhkan oleh MPR,” ujar Bivitri Susanti dalam Diskusi Daring Forum Diskusi Salemba 50: ‘Merefleksikan Kembali, Demokrasi Kita di Persimpangan Jalan?,’ Rabu (24/3/2021).
“Jadi tidak ada implikasi hukum. Boleh-boleh saja ada tapi kurang berfaedah. Jadi gunanya apa ,” tanya Bivitri Susanti.
Dia tidak menginginkan amandemen UUD 1945 dilakukan tanpa manfaat sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat dan hal yang lebih besar. Jadi bukan sekedar nostalgia masa lalu.
“Amandemen itu sesuatu yang luar biasa. Biasanya mengikuti suatu perubahan politik yang luar biasa, seperti reformasi 1998 dulu. Nah ini kan tiba-tiba, ‘yuk kita bikin yuk haluan negara seperti dulu.’ Jadi ada nostalgia,” jelasnya.
Padahal untuk tujuan yang sama dengan PPHN, dia menjelaskan sudah ada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
“Kita punya RPJP dan RPJM, kalau yang lebih kekinian. Senurut saya kekinian dalam arti dia ada indikator keberhasilan dan sebagainya sebagai tolok ukur,” ujarnya.
“Kalau mau yang overarching vision, kan ada Pembukaan UUD 1945, yang tujuan-tujuan negara itu loh, mencerdaskan kehidupan bangsa, melindungi dan seterusnya. Begitu juga ada Pancasila. Kalau memang harus ada namanya haluan negara,” jelasnya.
Bagi masyarakat, lebih lanjut kata dia, haluan negara tidak punya pengaruh langsung, sehingga tidak menjadi fokus mereka.
Baca juga: Bamsoet: Matangkan Substansi PPHN dan Tegaskan Tidak Ada Pembahasan Tentang Periodesasi Presiden
“Masyarakat nggak membicarakan itu. Masyarakat lebih fokus ke isu-isu konkrit seperti korupsi, pembungkaman, demokrasi, pandemi, ekonomi akibat pandemi.”
“Haluan negara tidak punya pengaruh langsung, yang penting bagi rakyat adalah kebijakan konkrit mengenai hal-hal itu,” jelasnya.