Paling tidak pada Januari 2016, Nurul menjelaskan Mahkamah Partai menunjuk tokoh-tokoh senior partai yakni BJ Habibie dan Jusuf Kalla untuk memimpin tim transisi.
Alhasil tim transisi mengusulkan diselenggarakannya Rapimnas dan Munaslub yang demokratis dan melibatkan pihak berselisih.
Baca juga: Golkar Sebut Penolakan Amien Rais Soal Isu Jabatan Presiden 3 Periode Sebagai Tindakan Wajar
Kedua kubu pun sepakat menyelenggarakan Munaslub pada pertengahan 2016 lalu.
“Kami harapannaya saat itu adalah jangan sampai ada salah satu Ketua Umum versi masing-masing itu keluar dan mendirikan partai baru. Itu yang sangat tidak kami harapankan. Karena bisa mereduksi Golkar, walaupun di sisi lain kami bangga juga karena Golkar melahirkan partai-partai baru,” jelas Nurul.
Nurul menjelaskan berakhirnya dualisme kepengurusan di Golkar di Munaslub Bali pada Mei 2016, dengan terpilihnya Setya Novanto sebagai Ketua Umum Golkar periode 2016-2019.
Ketua Umum terpilih imbuh dia, fokus pada rekonsiliasi dan konsolidasi demi menyambut Pilkada 2017 dan Pemilu 2019.
“Alhamudilillah hingga saat ini kondsi internal partai Golkar solid dengan dinamika yang stabil,” jelasnya.
“Sebagai politisi dibutuhkan sikap seorang negarawan yang mementingkan kepentingan bangsa di atas segalanya,” tegasnya.