TRIBUNNEWS.COM - Organisasi teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD) kembali menjadi sorotan setelah kasus bom bunuh diri terjadi di Gereja Katedral Makassar.
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo mengatakan, dua pelaku bom bunuh diri tersebut berkaitan dengan 19 teroris JAD yang ditangkap di Sulawesi Selatan beberapa waktu lalu.
"Pelaku ini merupakan jaringan JAD (berkaitan) dengan 19 anggota JAD yang ditangkap kemarin," kata Kapolri saat meninjau lokasi bom bersama Panglima TNI Hadi Tjahjanto di Jalan Kajaolalido, Kecamatan Ujungpandang, Kota Makassar Minggu malam.
Baca juga: Rizieq Shihab Kutuk Pengeboman Gereja di Makassar
Seperti diketahui, organisasi JAD bukan nama baru dan menjadi perhatian setelah kasus bom Thamrin di Jakarta pada 2016 dan bom bunuh diri terjadi di Surabaya pada 2019.
Adapun pada 2018, jaringan kelompok JAD bahkan sah dibekukan oleh Pengadilan.
Lalu bagaimana fakta organisasi JAD sebagai organisasi teroris berafiliasi dengan ISIS?
Awal Mula
Pernah diberitakan Tribunnews.com, majelis hakim dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (31/7/2018) menyatakan, JAD sebagai organisasi yang mewadahi aksi terorisme.
JAD diyakini mewadahi perbuatan yang menggerakkan teror dan menimbulkan korban.
Menurut majelis hakim, JAD terbentuk atas dasar pemikiran terpidana mati Aman Abdurrahman alias Oman Rochman dengan memanggil beberapa pengikutnya.
Yakni Abu Musa dan Zainal Anshori ke Lapas Nusakambangan.
Di lapas tersebut, Aman memerintahkan Marwan alias Abu Musa segera membentuk semacam organisasi yang mewadahi orang-orang sepemikiran manhaz daulah islamiyah.
Terbentuklah JAD di bawah kepemimpinan Abu Musa dan Zainal Anshori sebagai Amirul Jawa Timur, hingga Abu Musa pergi untuk berjihad ke Suriah.
Abu Musa menunjuk Zainal Anshori untuk menjadi pimpinan pusat JAD untuk menggantikannya.