Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Deputi VII Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto mengaku pernah mendapat ancaman pembunuhan dan teror di media sosial terkait peristiwa tewasnya pengikut Rizieq Shihab di KM 50.
Wawan mengatakan teror tersebut berbentuk pengungkapan nama, nomor telepon, telepon gelap, dan pengiriman ribuan pesan singkat melalui aplikasi Labalabi di Whats App.
Inti dari pesan teror tersebut, kata Wawan, mereka ingin membunuhnya.
Baca juga: TP3 Sebut Temuan Atribut FPI dari Terduga Teroris Jakarta-Bekasi Bagian dari Operasi Intelijen
Awalnya Wawan menjelaskan terkait masalah terorisme yang masuk ke dalam kategori extra ordinary crime.
Selama ini, kata Wawan, pemerintah melalui Kemenkominfo telah melalukan berbagai cara untuk membendung masalah tersebut.
Namun langkah tersebut, kata Wawan, tidak cukup efektif tanpa adanya filter dari penyedia platform media sosial misalnya Facebook, Youtube, dan WhatsApp.
Hal tersebut disampaikannya dalam Webinar ISNU-BNPT bertajuk "Mencegah Radikalisme dan Terorisme untuk Melahirkan Keharmonisan Sosial" pada Selasa (30/3/2021).
"Cuma, kita juga sadari ada juga server-server yang tidak berada di Indonesia. Dan akun-akun itu kemarin nama saya di blow up disitu, nomor saya di-blow-up disitu dan mereka me-Labalabi saya, saya di-Labalabi ratusan ribu teror ke saya melalui Labalabi baik WhatsApp maupun telepon gelap intinya mau membunuh saya, terus-menerus," kata Wawan.
Baca juga: Rumah Terduga Teroris di Condet Digeledah Polisi, Ketua RW Lihat Ada Kartu Keanggotaan FPI
Akibatnya, kata Wawan, ponselnya pun macet karena banyaknya pesan masuk tersebut.
"Itu yang ratusan ribu sampai (handphone) hang karena di-Labalabi sekali pukul bisa 4.500 (pesan) sehingga panas handphonenya," kata Wawan.
Namun demikian, Wawan menanggapi pesan-pesan bernada teror tersebut dengan santai.
Beberapa di antaranya baru berhenti ketika Wawan balas dengan pesan yang mengungkapkan identitas berupa foto dan nama mereka.
Wawan mengungkapkan, sejumlah server dari akun-akun media sosial tersebut tidak berada di Indonesia.
"Sehingga kita akhirnya harus bekerja sama dengan negara lain untuk melakukan pelacakkan itu. Tapi selalu saya jawab dengan santun meskipun dia kasar-kasar jawabnya mau bunuh, mau apa, saya jawab dengan santun," kata Wawan.
Akhirnya, kata Wawan, beberapa diantara mereka justru berubah sikap dan minta maaf ke Wawan.
Menurut Wawan, perubahan sikap itu terjadi karena pendekatan yang ia gunakan untuk merespons mereka.
"Karena apa? Tujuan kami adalah membina dan mengubah mindset. Estom. Emosi, sikap tingkah laku, opini dan motivasi mereka. Beberapa di antaranya dari bulan itu sekarang tetap menghubungi saya dengan bahasa yang berubah karena tadinya ada kesalahpahaman, ini terkait dengan peristiwa KM50," kata Wawan.