TRIBUNNEWS.COM - Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) telah melakukan survei terkait sikap publik terhadap organisasi Hizbut Thahir Indonesia (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI) dan isu tentang kriminalisasi ulama.
Diketahui sebelumnya, pada akhir Desember 2020 pemerintah telah membubarkan FPI.
Selain itu pemerintah juga melarang semua kegiatan yang mengatasnamakan FPI.
Tak hanya FPI, tiga tahun sebelumnya tepatnya tahun 2017, pemerintah juga membubarkan HTI.
Untuk mengetahui bagaimana respon publik terhadap keputusan yang telah diambil oleh pemerintah, SMRC pun melakukan serangkaian survei.
Tujuan survei tersebut untuk mengetahui apakah publik setuju atau tidak dengan pembubaran kedua organisasi tersebut.
Baca juga: Survei SMRC: Pendukung Anies Baswedan Cenderung Percaya Penembakan Laskar FPI Tak Sesuai Prosedur
Baca juga: Survei SMRC: Mayoritas Warga Muslim Pemilih PDIP Berpendapat Anggota FPI Serang Polisi
Hasil Survei Tentang Pelarangan HTI dan Pembubaran FPI
Dalam rilis yang diterima Tribunnews.com dari SMRC, Selasa (6/4/2021), hasil survei menyatakan ada 32 persen warga yang mengetahui tentang HTI.
Namun dari jumlah tersebut, hanya 76 persen saja, atau tepatnya 24 persen dari populasi yang mengetahui bahwa HTI adalah organisasi yang dilarang pemerintah.
Hal tersebut juga telah disampaikan langsung oleh Manajer Program SMRC, Saidiman Ahmad dalam webinar 'Survei Opini Publik Nasional SMRC : Sikap Publik Nasional terhadap FPI dan HTI', Selasa (6/4/2021), yang telah diberitakan Tribunnews.com sebelumnya.
"Dari yang tahu, 76 persen (24 persen populasi) tahu HTI telah dilarang," ujar Saidiman.
Baca juga: Survei SMRC: 59 Persen Warga Tahu dan Setuju Pembubaran FPI
Lebih lanjut Saidiman menjelaskan, dari 24 persen populasi yang mengetahui pelarangan HTI, terdapat 79 persen yang menyetujui adanya pelarangan tersebut.
"Dari 24 persen yang tahu pelarangan tersebut, 79 persen (19 persen dari populasi) setuju dengan pelarangan HTI, dan 13 persen (3 persen dari populasi) tidak setuju," ungkapnya.