TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan bahwa pihaknya akan membentuk tim transisi dalam pengambilalihan pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dari Yayasan Harapan Kita.
Tim tersebut nantinya akan mengelola TMII selama masa peralihan. Tim transisi memberikan waktu selama tiga bulan kepada Yayasan Harapan Kita untuk menyerahkan laporan pengelolaan TMII selama ini.
"Nanti setelah waktu 3 bulan pengelolaan yang ada sekarang ini harus memberikan laporan pengelolaan kepada tim transisi," kata Pratikno di Kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu, (7/4/2021).
Setelah masa peralihan kata Pratikno, nantinya Tim Transisi akan menyusun skema pengelolaan termasuk mencari mitra baru pengelolaan kawasan TMII tersebut.
"Tugasnya tim transisi adalah bekerja sama dengan mitra. Jadi dengan mitra baru, kami sedang menyiapkan itu," katanya.
Sementara itu Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara Setya Utama mengatakan tim transisi terdiri dari pejabat, pegawai di Kemensetneg dan akan dibantu oleh Pokja.
Baca juga: 44 Tahun Dikelola Yayasan Keluarga Cendana, TMII Akhirnya Diambil Negara
"Ada pokja aset, pokja keuangan, pokja hukum, yang nanti selama sebelum ada serah terima dari Yayasan Harapan Kita ke Setneg, mereka akan kerja sama dengan pengelola TMII yang sekarang. Setelah 3 bulan nanti, kita akan serahkan pada mitra yang ditunjuk," pungkasnya.
Sebelumnya setelah 44 Tahun dikelola oleh Yayasan Harapan Kita, TMII akhirnya diambilalih pengelolaanya oleh negara melalui Kementerian Sekretariat Negara.
Alasannya pengelolaan TMII yang merupakan aset negara oleh Yayasan Harapan Kita, tidak memberikan kontribusi pada keuangan negara.
TMII berada di kawasan strategis di Jakarta Timur, dengan luas 1.467.704 m2, beserta bangunan di atasnya.
Berdasarkan perhitungan Kemensetneg bersama Kementerian Keuangan, valuasi TMII tahun 2018 sebesar Rp 20 triliun.
Adapun Yayasan Harapan Kita merupakan Yayasan yang dicetuskan istri Presiden ke-2 RI, Soeharto yakni Tien Soeharto.
Hingga saat ini keluarga Soeharto atau yang dikenal dengan sebutan keluarga Cendana duduk dalam kepengurusan yayasan tersebut.
Diantaranya yakni: Bambang Trihatmodjo, Siti Hardiyanti Indra Rukmana (Mba Tutut), dan Sigit Harjojudanto.