TRIBUNNEWS.COM - Beberapa waktu lalu tim Densus 88 Antiteror Polri telah melakukan penangkapan para terduga teroris di Jakarta-Bekasi.
Diketahui, di antara terduga teroris tersebut ada yang mengaku sebagai simpatisan Front Pembela Islam (FPI).
Menanggapi hal tersebut, pengamat terorisme Universitas Indonesia (UI) Ridwan Habib mengatakan terduga teroris biasanya keluar terlebih dahulu dari keanggotaan FPI.
"Data-data yang kita teliti yang menjadi teroris itu biasanya keluar dulu dari FPI," ucap Ridwan, dikutip dari tayangan Mata Najwa, Rabu (7/4/2021).
Ia mencontohkan, Zainal Anshori yang bergabung dengan organisasi terorisme Jamaah Ansharut Daulah (JAD) setelah keluar dari FPI.
Baca juga: Indonesia-Inggris Teken Kerja Sama Penanggulangan Terorisme
Baca juga: Misteri Abah Popon Terkuak, Terduga Teroris Mengaku Minta Ilmu Kebal Padanya, Ini Pernyataannya
Ridlwan menilai terduga teroris yang ditangkap Densus 88 ini berbeda dengan pelaku serangan di Makassar dan Mabes Polri waktu lalu.
Menurutnya, kedua pelaku serangan terorisme di Makassar dan Mabes Polri didasari pemahaman ideologis.
Sementara, terduga teroris yang mengaku simpatisan FPI itu didasari motivasi politik.
Lebih lanjut, data yang dihimpun Ridlwan, belum ada kabar keterkaitan terduga teroris itu sudah bergabung dengan JAD.
Baca juga: Mantan Napi Terorisme: Para Ulama Perlu Diberdayakan untuk Tangkal Paham Radikal
Baca juga: Deteksi Dini Terorisme Pemerintah Harus Beri Pembekalan Mulai dari Tingkat Keluarga
"Kita cek belum ada informasi bahwa mereka bergabung dengan JAD. Penelitian kami sementara, ini terorisme politik."
"Jadi, motivasinya berbeda sekali dengan serangan di Maksaar, dan Zakiah Aini (ZA)," lanjutnya.
"Kalau yang ini, motivasinya tampaknya politis. Mereka merasa mungkin terdzalimi, pimpinan mereka didzalimi," jelas Ridlwan.
Diberitakan sebelumnya, saat ini Tim Densus 88 Antiteror Polri masih mendalami dugaan pengakuan para terduga teroris yang ditangkap di Jakarta-Bekasi yang mengaku sebagai simpatisan FPI.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono menyampaikan penyidik nantinya akan mendalami apakah ada keterkaitan aktivitas teroris para pelaku dengan pengakuannya sebagai simpatisan FPI.
"Tentunya itu menjadi masukan bagi Densus 88 untuk menyelesaikan masalah tersebut. Saya rasa bukan suatu rahasia lagi, apa yang ada di publik," kata Brigjen Rusdi kepada wartawan, Rabu (7/4/2021).
Namun demikian, pihaknya masih enggan membeberkan lebih lanjut penyidikan yang tengah dilakukan Densus 88. Yang jelas, pengakuan itu nantinya akan menjadi bahan penyidikan penyidik.
Baca juga: Terduga Teroris Condet Mantan Anggota Divisi Jihad FPI, Ini Kata Kuasa Hukum Rizieq Shihab
"Tentunya akan didalami oleh Densus 88," tukas dia.
Diketahui, para terduga teroris yang ditangkap Densus 88 beramai-ramai mengaku sebagai simpatisan FPI. Pengakuan itu berdasarkan video yang tersebar di awak media.
Misalnya, Zulaimi Agus, terduga teroris yang ditangkap tim Densus 88 Antiteror Polri di Bekasi yang mengaku tergabung dalam organisasi Front Pembela Islam (FPI) di salah satu kantor DPC di wilayah Kabupaten Bekasi.
"Saya bergabung dengan organisasi FPI tahun 2019 di wilayah DPC Serang Baru kabupaten Bekasi sebagai wakadiv jihad. Saya bergabung dengan majelis Yasin Walatif diajak oleh Bambang alias Abi dikenalkan Habib Husein," kata Zulaimi dalam video yang tersebar di awak media.
Baca juga: Nyanyian para Terduga Teroris: Buat Bom dari Uang Infaq, Incar Pom Bensin dan Pipa Gas Pengalengan
Ia juga mengungkapkan alasannya menjadi pembuat dan pengajar bom aseton peroksida (TATP). Dia bilang, motivasinya utamanya lantaran tidak ada lagi keadilan di Indonesia.
Ketidakadilan tersebut pertama kali dirasakannya saat kerusuhan demonstrasi menuntut adanya dugaan kecurangan pilpres di Kantor Bawaslu, Sarinah, Jakarta Pusat pada 21-22 Mei 2019 lalu.
"Saya Zulaimi Agus, saya belajar TATP atau Aseton Peroksida sejak pasca kerusuhan Mei 21 22 di depan Bawaslu. Saya belajar membuat bahan tersebut dari blog blog internet dengan cara mengaktifkan VPN," kata Zulaimi.
Baca juga: Deteksi Dini Terorisme Pemerintah Harus Beri Pembekalan Mulai dari Tingkat Keluarga
Zulaimi menyatakan pihaknya ingin membalas terhadap tindakan kesewenangan aparat kepolisian yang disebut telah melakukan kekerasan terhadap para demonstran.
"Motivasi saya membuat TATP, saya merasa negara ini tidak ada keadilan. Saya ingin membalas, sebelum membalas saya ingin menegakan keadilan dengan cara saya sendiri atas tindakan aparat Brimob yang bertindak sewenang-wenang terhadap demonstran Bawaslu 2019," ujar dia.
Lebih lanjut, Zulaimi mengungkapkan keahliannya itu pun diajarkan kepada sejumlah terduga teroris yang juga turut ditangkap Densus 88 Antiteror di Jakarta-Bekasi.
Dia mengajarkan keahliannya itu di rumah terduga teroris lainnya bernama Habib Husein Hasni di Condet, Jakarta Timur.
"Saya mengajarkan cara pembuatan TATP tersebut kepada Habib Husein, Jery, Malik, Naufal dan Bang Jun di rumah Habib Husein di garasi," jelas dia.
Baca berita lain terkait Penangkapan Terduga Teroris
(Tribunnews.com/Shella/Igman Ibrahim)