Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Fakultas Kedokteran UI Profesor Akmal Taher menyebut polemik pelanggaran prosedural riset Vaksin Nusantara akan berdampak pada sistem pengawasan obat yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Padahal kata Akmal, sistem pengawasan BPOM sudah terbangun dan dipakai selama belasan bahkan puluhan tahun.
"Sistem yang dibangun di BPOM ini udah bertahun tahun, berbelas tahun atau puluh tahun. Akibatnya sekali ini lepas, sistem pengawasan obat kita akan terganggu," kata Akmal dalam pernyataan virtualnya, Sabtu (17/4/2021).
Apalagi menurut Ketua Ikatan Ahli Urologi Indonesia ini, modal utama BPOM adalah kepercayaan segenap pihak baik dalam negeri maupun luar negeri.
Baca juga: Polemik Vaksin Nusantara, 105 Tokoh Cendekiawan Nyatakan Dukungan untuk BPOM
Sehingga jika satu-satunya modal itu terganggu, maka bukan tidak mungkin timbul efek domino yang merugikan masyarakat.
"Modal BPOM bekerja satu sebenernya, yaitu trust (kepercayaan). Jadi sekali ini terganggu, jangan membayangkan ini hanya berdampak pada masyarakat yang terancam jiwanya, (tapi) sistem yang dibangun bertahun-tahun akan rusak, pengaruhnya bukan cuma dalam negeri tapi luar negeri," ungkap dia.
Diketahui Vaksin Nusantara besutan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menuai sorotan publik.
Pasalnya vaksin ini tetap melaju uji klinis fase II meski belum mengantongi rekomendasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
BPOM menyatakan vaksin Nusantara tidak melewati tahap praklinis, sehingga belum dapat melanjutkan uji klinis tahap II. Namun sejumlah anggota DPR RI tetap ngotot menjadi relawan uji klinis tahap II.
Padahal berdasarkan data studi vaksin Nusantara, tercatat 20 dari 28 subjek atau 71,4 persen relawan uji klinik fase I mengalami Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) dalam grade 1 dan 2.
Dokumen hasil pemeriksaan tim BPOM juga menunjukkan berbagai kejanggalan penelitian vaksin.
Misalnya tidak ada validasi dan standardisasi terhadap metode pengujian. Hasil penelitian pun berbeda-beda, dengan alat ukur yang tak sama. Produk vaksin tidak dibuat dalam kondisi steril.
Catatan lain adalah antigen yang digunakan dalam penelitian tidak terjamin steril dan hanya boleh digunakan untuk riset laboratorium, bukan untuk manusia.
Tertulis dalam dokumen tersebut, BPOM menyatakan hasil penelitian tidak dapat diterima validitasnya.
Baca juga: IDI Minta Semua Pihak Menaati BPOM terkait Penelitian Vaksin Nusantara
Dalam bagian lain dokumen disebutkan, uji klinis terhadap subjek warga negara Indonesia dilakukan oleh peneliti asing yang tidak dapat menunjukkan izin penelitian.
Bukan hanya peneliti, semua komponen utama pembuatan vaksin Nusantara pun diimpor dari Amerika Serikat.
"Bahwa ada komponen yang betul-betul komponen impor dan itu tidak murah. Plus ada satu lagi, pada saat pendalaman didapatkan antigen yang digunakan, tidak dalam kualitas mutu untuk masuk dalam tubuh manusia," kata Kepala BPOM Penny Lukito dalam rapat dengar dengan Komisi IX DPR RI yang disiarkan secara daring, Kamis (8/4/2021).