News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Presiden Myanmar Dijadwalkan Hadiri KTT ASEAN di Jakarta, KontraS Desak Pemerintah Menolaknya

Penulis: Triyo Handoko
Editor: Daryono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo didesak KontraA untuk tolak kedatangan Presiden Myanmar dalam kegiatan KTT ASEAN 2021.

TRIBUNNEWS.COM - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) mendesak pemerintah untuk menolak kedatangan Presiden Myanmar pada KTT ASEAN di Jakarta yang akan dilaksanakan pada 24 April 2021.

Jika pemerintah menerima kedatangan Presiden Myanmar tersebut, KontraS menilai pemerintah berarti menormalisasi dan menerima rezim militer Myanmar yang keji.

Melansir laman kontras.org, penerimaan tersebut bisa jadi alarm ancaman terhadap HAM secara keseluruhan.

Presiden Mayanmar saat ini Min Aung Hlaing, berasal dari rezim junta militer.

Semenjak melakukan kudeta, Min Aung Hlaing telah melanggar prinsip HAM dengan melakukan penangkapan, penahanan, termasuk penyiksaan dan pembunuhan.

Baca juga: KTT di Jakarta untuk Membahas Krisis Myanmar akan Jadi Ujian Bagi Kredibilitas ASEAN

Hal ini memperlihatkan situasi dan kondisi serius yang dihadapi oleh rakyat Myanmar.

Beberapa fasilitas publik juga ikut dirusak dan dikuasi oleh militer Myanmar.

Protes dilakukan masyarakat sipil yang ingin menyuarakan suaranya bahkan dikenakan hukuman.

Rezim junta Myanmar juga beberapa kali memutus koneksi internet dan arus informasi di sosial media sehingga masyarakat Myanmar tidak bisa mengakses informasi tentang apa yang terjadi di lapangan.

Baca juga: PBB: Jutaan Orang Terancam Kelaparan di Myanmar

Beberapa tekanan juga dilakukan rezim militer kepada orang-orang yang tidak mengikuti aturan yang ada, termasuk Perwakilan Myanmar untuk PBB.

ASEAN Bergerak Lambat

Sementara itu, KontraS menilai ASEAN telah gagal menanggulangi kejadian ini.

Sehingga tujuan ASEAN berupa komitmen untuk mencapai kawasan yang stabil dan damai patut dipertanyakan.

Pada KTT ASEAN pada tanggal 24 April 2021 mendatang, ASEAN, termasuk Indonesia, mengagendakan akan melakukan dialog terbuka yang akan mendiskusikan tentang situasi di Myanmar, termasuk datangnya Presiden Min Aung Hlaing ke KTT.

Baca juga: Amerika Kembali Jatuhkan Sanksi Terhadap 2 Perusahaan Myanmar

KontraS menilai hal tersebut sebagai aksi implisit atas leigitimasi rezim junta militer.

Padahal, aksi kolektif sejauh ini belum dicapai oleh negara anggota dikarenakan adanya perbedaan opini dan posisi diantara masing-masing anggota.

Perbedaan pandangan politik atas kudeta ini juga menyebabkan belum adanya konsensus dalam menyelesaikan krisis ini.

Posisi Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan HAM PBB juga dipertanyakan oleh KontrasS.

Baca juga: Eks Sekjen PBB Desak ASEAN Segera Bersikap Atas Gejolak di Myanmar 

Sebagai anggota dari Dewan ini, Indonesia sudah seharusnya mengedepankan nilai-nilai HAM atas segalanya.

Lantaran hal ini merupakan tanggung jawab dan mandat yang harus diikuti Indonesia

Kontras menilai, pemerintah harus mengikuti aturan ini dan menggunakan peran ini untuk meningkatkan atensi terhadap krisis ini.

Kurangnya atensi Indonesia terhadap krisis di Myanmar baik dalam Dewan HAM, maupun ASEAN, menururt KontraS terlihat melalui bagaimana ASEAN merespons terhadap hal ini dua bulan setelah kudeta terjadi.

Baca juga: Pemerintah Bayangan Myanmar Ingin Diundang Dalam Pertemuan ASEAN di Jakarta

Respons ASEAN yang terlambat atas hal ini, memperlihatkan kepasifan ASEAN sebagai organisasi regional.

Tidak hanya itu, tetapi hal ini juga seperti melupakan Deklarasi HAM ASEAN (AHRD) dan menjadikan deklarasi tersebut kurang relevan dalam implementasinya.

AHRD pada dasarnya dibuat untuk memastikan keamanan di kawasan, termasuk juga setiap warna negara di dalamnya.

KontraS menilai ASEAN dapat semakin kehilangan kekuatan dan legitimasinya jika hal ini terus dilakukan.

Dalam memecahkan permasalahan di Myanmar, suatu hal yang krusial bagi ASEAN adalah menunjukan kemampuan dan komitmen dalam demokrasi, HAM, dan perdamaian dan kemakmuran kawasan.

Baca juga: Pemimpin Junta Militer Myanmar Dikabarkan akan Hadiri KTT ASEAN Jakarta, Tuai Kritikan dari Aktivis

Agar KTT ini menjadi wadah agar bermakna dan efektif, KontraS dalam rilis pers meminta para pemimpin ASEAN untuk mengikuti hal-hal berikut:

1. Menolak kehadiran dari rezim junta militer yang tidak dilegitimasi sebagai perwakilan Myanmaar dalam KTT ini

2. Memeberi tempat untuk Myanmar dalam Pertemuan Tingkat Tinggi ke pemerintah bayangan (NUG) sebagai pemerintah yang sah dan dipilih melalui demokrasi

3. Mendirikan yang koordinasi yang baik diantara ASEAN sebagai organisasi regional dan Dewan Keamanan PBB dan Dewan HAM PBB sebagai aktor tertinggi dalam forum international untuk mengutus delegasi khusus ke Myanmar untuk secara independent mengawasi situasi dan menghentikan kekerasan serta menjadi mediator untuk menegosiasikan sebuah solusi yang menegakan demokrasi dan nilai-nilai HAM

4. Mendukung penuh komunitas internasional untuk memberikan embargo senjata secara global ke Myanmar, selain itu menargetkan sanksi ekonomi melawan rezim pemerintah dan mereka yang terkait dan mengacu situasi Myanmar di ICC

5. Memastikan akses bantuan kemanusiaan dan bantuan kesehataan ke seluruh wilayah terdampak di Myanmar termasuk bantuan kemanusiaan lintas batas

6. Menaruh keselamatan, keamanan, dan kesejahteraan masyarakat Myanmar, termasuk pencari suaka, pengungsi, dan juga Rohingya sebagai salah satu prioritasnya

7. Mengambil tindakan yang paling substansial terhadap Myanmar, termasuk menghentikan sementara keanggotaannya di ASEAN karena gagal menegakkan prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.

ASEAN hanya akan mencabut penangguhan sanksi jika rezim junta militer menerima otoritas NUG dan menempatkan dirinya di bawah NUG sebagai satu-satunya pemerintah Myanmar yang sah;

8. Bawa junta militer ke ICC sampai demokrasi pulih sepenuhnya;

9. Memperkuat kewenangan AICHR untuk menyelesaikan dan mengambil tindakan segera sesuai mandatnya.

AICHR membutuhkan kekuatan yang lebih kuat untuk menangani masalah hak asasi manusia lebih lanjut.

(Tribunnews.com/Triyo)

Baca artikel serupa lainnya di sini.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini