TRIBUNNEWS.COM - Terkait bentrokan aparat kepolisiaan dan warga Desa Wadas, Purworejo yang terjadi pada Jumat, 23 April 2021, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) memberikan empat tuntutan agar permasalahan terselesaikan.
Melansir siaran pers yang dikeluarkan Walhi, berselang seharu setelah mengadakan konferensi pers “Hari Bumi: Warga Desa Wadas Melawan Kerusakan Lingkungan”, warga Desa Wadas yang sedang mempertahankan tanah dan ruang hidupnya dari kerusakan lingkungan mendapatkan kekerasan dan represifitas dari aparat keamanan.
Warga Desa Wadas menghadang rencana sosialisasi pematokan lahan yang diproyeksikan akan dijadikan lokasi pertambangan quarry batuan andesit.
Baca juga: Pemimpin Junta Militer Tak Keberatan Delegasi ASEAN ke Myanmar untuk Selesaikan Krisis
Pertambangan quaary batuan andesit itu sebagai bahan material Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener.
Meski jalan sudah dihadang warga dengan menggunakan batang pohon, pihak aparat lantas memaksa masuk, termasuk dengan menggunakan gergaji mesin.
Warga penolak dalam posisi duduk sambil bersholawat Nabi SAW, ketika aparat memaksa masuk.
Baca juga: Korban Penggusuran Tamansari Bandung Melapor Dugaan Kekerasaan Anak ke KPAI
Hingga akhirnya aparat tetap memaksa menggunakan kekerasan dengan cara menarik, mendorong dan memukul warga termasuk ibu-ibu yang sedang bersholawat paling depan.
Alasan Penolakan
Warga Desa Wadas menolak penambangan untuk kebutuhan material Bendungan Bener karena mereka tidak sudi berdampingan hidup dengan kerusakan lingkungan.
Tambang yang mengganggu ketentraman warga Desa Wadas saat ini merupakan tambang quarry atau penambangan terbuka yang dikeruk tanpa sisa dengan rencana berjalan selama 30 bulan.
Cara penambangan dengan dibor, dikeruk, dan diledakkan menggunakan 5.300 ton dinamit hingga kedalaman 40 meter.
Tambang quarry batuan andesit di Desa Wadas menargetkan 15,53 juta meter kubik material batuan andesit untuk pembangunan Bendungan Bener, dengan kapasitas produksi 400.000 meter kubik setiap tahunnya.
Baca juga: Sengketa Agraria, GMKI Minta Kapolri Lindungi Masyarakat dari Mafia Tanah
Jika hal itu terjadi, maka akan menghilangkan bentang alam dan tidak ada bedanya dengan memaksa warga untuk hidup dengan kerusakan ekosistem.
Pembangunan yang mengabaikan ruang hidup warga, konsistensi tata ruang, dan justru cenderung menggunakan pendekatan keamanan berupa kekerasan aparat kepada warga, jelas bertentangan dengan nilai-nilai perjuangan Walhi.
Oleh karena itu, Walhi memberikan empat tuntutan penyelesaian permasalahan ini, sebagai berikut:
1. Hentikan seluruh proses pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener dan lakukan audit lingkungan.
2. Menuntut Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk mencabut Izin Penetapan Lokasi (IPL) pertambangan quarry di Desa Wadas.
3. Kapolres Purworejo serta seluruh pihak yang terlibat dan melakukan kekerasan pada warga, kuasa hukum dan solidaritas, harus bertanggung jawab serta menarik keluar seluruh aparat keamanan dari Desa Wadas.
4. Bebaskan warga, kuasa hukum warga dan solidaritas yang ditangkap oleh aparat keamanan.
Warga yang Ditahan Sudah Dibebaskan
Diberitakan TribunJateng.com, Kepolisian Resor (Polres) Purworejo, Jawa Tengah, telah membebaskan 11 warga yang melakukan unjuk rasa penolakan pembangunan Bendungan Bener di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jumat (24/4/2021).
Unjuk rasa sempat diwarnai kericuhan hingga menyebabkan beberapa warga dan aparat terluka.
"Kami amankan 11 orang yang diduga provokator dan dalam tahap pemeriksaan kepolisian, mereka sudah dibebaskan tadi pukul 11.30 WIB. Mereka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya," kata Kapolres Purworejo, AKBP Rizal Marito dalam keterangan pers tertulis, Sabtu (24/4/2021).
Rizal melanjutkan, berdasarkan laporan masyarakat terkait penutupan akses jalan Kabupaten, Polres Purworejo dibantu personel Brimob Polda Jateng dan Kodim 0708 Purworejo melakukan upaya-upaya preemtif.
“Kami mendapat laporan jika terjadi penutupan jalan di Desa Wadas, maka kami bersama petugas kepolisian dibantu Brimob Kutoarjo dan anggota Kodim 0708 datang kelokasi untuk membuka jalan itu,” jelas Rizal.
Aparat telah mengimbau warga agar tidak memblokir jalan karena jalan merupakan fasilitas umum yang digunakan oleh masyarakat umum.
"Imbauan dilakukan berulang kali dan ajakan untuk berdialog dengan LBH yang ada, namun tidak ditanggapi. Ketika petugas hendak membersihkan material pohon dan ranting serta batu yang melintang dan menghadang di jalan raya warga tidak terima," terang Rizal.
Menurutnya, penutupan jalan dilakukan oleh warga yang menolak tanah Desa Wadas untuk proyek pembangunan Bendungan Bener.
Jalan ditutup menggunakan material pohon, tiang listrik, hingga bebatuan yang disebar di jalan.
Dikatakan, pohon dan tiang listrik itu sengaja ditebang oleh warga untuk memblokade jalan sebagai wujud penolakan warga atas rencana sosialisasi dalam rangka inventarisasi dan identifikasi bidang tanah pembangunan bendungan Bener di Balai Desa Wadas.
Saat itu, ratusan warga baik laki-laki dan perempuan yang tergabung dalam organisasi Gempadewa dan Wadon Wadas tetap bertahan dengan duduk menghadang aparat Polri maupun TNI.
Polisi pun terpaksa membuka blokade jalan dan membubarkan warga.
Dalam pembubaran itu, bentrok tak bisa dielakkan, warga melempari petugas dengan batu, petugas membalas dengan tembakan gas air mata.
(Tribunnews.com/Tiyo)