*KRI Nanggala Overhaul Tahun 2012
*Cara Pengangkatan KRI Nanggala Masih Dibahas
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tenggelamnya KRI Nanggala-402 di perairan Bali pada Rabu (21/4) lalu membuat kekuatan tempur bawah laut Indonesia berkurang. Jumlah kapal selam milik TNI Angkatan Laut (AL) kini bisa dihitung jari di satu tangan.
Menurut Wakil Kepala Staf Angkatan Laut (Wakasal) Laksamana Madya TNI Ahmadi Heri Purwono, saat ini kapal selam milik TNI AL tersisa 4 armada.
”Saat ini sisa empat kapal selam,” kata Heri dalam konferensi pers di Mabes AL, Cilangkap, Jakarta, Selasa (27/4).
Dari empat kapal selam yang tersisa itu, satu di antaranya juga sudah berumur sama seperti KRI Nanggala-402. Sementara tiga lainnya berusia lebih muda.
"Kita saat ini tinggal sisa empat kapal selam, satunya itu sejenis Nanggala, namanya KRI Cakra, nomor lambungnya 401. Kemudian yang tiga lagi kapal baru, buatan Daewoo (Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering) buatan Korea," jelas Heri.
Baca juga: Sebelum Tenggelam Nanggala Pernah Alami Black Out Namun Bisa Diatasi. Ini Ceritanya
Heri menjelaskan kondisi KRI Cakra-401 saat ini sedang overhaul (perbaikan menyeluruh). Sedangkan tiga kapal selam buatan Korea, yakni Alugoro-405, Ardadedali-404, dan Nagapasa-403, dalam kondisi siap operasi.
”(KRI Cakra-401) sekarang sedang di-overhaul. Tiga kapal selam lainnya saat ini kondisinya siap untuk melaksanakan kegiatan operasi," terang Heri.
Asisten Perencanaan dan Anggaran (Asrena) KSAL, Laksamana Muda TNI Muhammad Ali menuturkan tonase KRI Cakra-401 sama seperti KRI Nanggala-402, yakni sekitar 1.300.
Keduanya merupakan kapal selam tipe U-209.
Baca juga: Sosok Letda Laut Rhesa Tri Sigar, Keponakan Prabowo Sekaligus Awak KRI Nanggala-402 yang Gugur
"KRI Cakra usianya hampir sama dengan Nanggala, dia (tipe) 209, (tonase) 1.300. Sedangkan yang dari Korea Selatan ini tonasenya 1.400, itu bedanya sedikit," jelas Ali.
KRI Nanggala-402 hilang kontak pada pekan lalu saat hendak latihan menembak torpedo. Pada Sabtu (24/4), Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengumumkan bahwa KRI Nanggala-402 mengalami subsunk.
Dipastikan 53 awak KRI Nanggala-402 gugur. Kapal selam buatan Jerman itu ditemukan di kedalaman 838 meter perairan utara Bali dan dalam kondisi terbelah tiga.
Terkait tenggelamnya KRI Nanggala 402, Ali mengatakan pihaknya akan melakukan audit dan investigasi. Pihaknya akan turut melibatkan para pakar dan ahli kapal selam.
Baca juga: Presiden China Sampaikan Belasungkawa kepada Presiden Jokowi atas Musibah KRI Nanggala-402
"Kalau masalah di audit pastinya kita audit. Jadi kita akan investigasi semua. Tapi harus menghadirkan para pakar bukan para pengamat. Para ahli kapal selam dan ahli pembuat kapal selam," jelasnya.
Ali juga memastikan bahwa KRI Nanggala-402 tenggelam bukan karena kelebihan muatan. Ia membantah peryataan sejumlah pengamat yang menyebut bahwa kapal selam itu hanya berkapasitas 33 orang.
Menurut Ali, angka 33 awak dalam spesifikasi KRI Nanggala-402 yang termasuk tipe 209/1300 bukan batas maksimal daya angkut penumpang, melainkan jumlah tempat tidur yang bisa dipakai bergantian.
”Dibuat dari Jerman memang 33 tempat tidur. Sedangkan jenis kapal selam 209 ada berbagai jenis," ujar Ali. "Ada tiga shift dan berjaga [di KRI Nanggala], tempat tidurnya berbagi. [33] itu jumlah tempat tidur bukan kelebihan muatan," lanjutnya.
Dia pun menyebut orang yang menganggap kelebihan muatan sebagai penyebab KRI Nanggala-402 tenggelam sebagai orang yang tak berpengalaman.
"Pernyataan yang menyampaikan bahwa kapal selam ini kelebihan muatan itu sama sekali tidak berdasar dan mungkin belum berpengalaman," kata Ali, yang pernah bertugas di kapal selam, termasuk KRI Nanggala-402 saat berpangkat Letnan Dua hingga Letnan Kolonel.
Bahkan, katanya, kapal ini sejatinya bisa mengangkut lebih dari 50 personel. Misalnya, saat melakukan misi penyusupan, awak yang diangkut bisa bertambah satu regu atau yang terdiri dari 7 orang anggota, sehingga jumlah seluruhnya menjadi 57 orang.
Baca juga: Menko PMK Sebut Para Istri Awak KRI Nanggala-402 Perempuan Tangguh
"Sedangkan pada saat kejadian tragedi KRI Nanggala kemarin tenggelam hanya 53 orang dan selain itu pada saat kejadian hanya membawa 3 buah torpedo," kata dia.
Terlebih, lanjutnya, KRI Nanggala-402 didesain untuk mengangkut delapan torpedo dengan berat masing-masing 2 ton.
"Kita sudah berlayar bertahun-tahun dan tidak pernah ada masalah. Jadi kalau dinyatakan kelebihan muatan sangat tidak tepat dan sangat salah dan tidak berdasar," kata Ali.
KRI Nanggala-402 kata Ali, juga sudah mengalami overhaul pada 2011 dan tuntas pada 2012. Kapal selam itu juga sudah mengalami perbaikan serta pengecekan rutin setelah overhaul di tahun 2012 Ia menyebut, kapal buatan Jerman itu terakhir kali masuk galangan atau docking pada 2020. Sehingga, masih laik atau memenuhi syarat untuk beroperasi hingga September 2022.
”Kemudian melaksanakan perbaikan-perbaikan hardepo (perbaikan dan pemeliharaan menyeluruh,red), harmen (pemeliharaan tingkat menengah,red), sampai docking dua tahunan itu rutin dilaksanakan terus. Docking terakhir tahun 2020," ucapnya.
"Jadi, dari sisi kelaikan, kapal ini dinyatakan laik sampai September 2022. Masih laik," tambahnya.
TNI AL saat ini masih mendiskusikan cara mengangkat KRI Nanggala-402 dari dasar laut.
Ali mengatakan cara pengangkatan kapal dilakukan berdasarkan titik kedalaman tenggelamnya kapal selam.
Tingkat kedalaman tersebut, kata Ali, juga mempengaruhi tingkat kesulitan pengangkatan kapal.
Ali mengungkapkan sejumlah cara pengangkatan kapal selam yang tenggelam berdasarkan pengalaman negara lain.
Menurut Ali cara yang pernah digunakan di antaranya adalah dengan cara mengaitkan dan mengangkat secara perlahan, penggunaan balon udara, dan mengembuskan udara ke tangki pemberat pokok kapal selam menggunakan selang.
"Rencana kita masih kita diskusikan bagaimana caranya mengangkat. Karena kedalamannya ini tidak dangkal.
Ini termasuk yang dalam. Lebih dalam dari kejadian kapal selam Argentina San Juan. Ini 838 meter," kata Ali.
Ali mengatakan sampai saat ini tim SAR baik dari TNI, lembaga dan instansi pemerintah, maupun angkatan laut dari negara sahabat yang terlibat masih berupaya untuk mengangkat bagian-bagian kecil kapal.
Hal itu mengingat daya angkut ROV hanya mencapai 150 Kg.
"Dan sebisa mungkin kita akan mengangkat bagian per bagian kecil karena kemampuan dari ROV itu mengangkat hanya 150 kg. Tapi nanti kita koordinasikan untuk yang lebih besar dari itu," kata Ali.
Sampai sekarang kapal penyelamat kapal selam milik Singapura MV Swift Rescue masih terlibat dalam pencarian di perairan Bali.
Selain itu, masih banyak KRI milik TNI AL yang juga melakukan pencarian di sana.
"Pelaksanaan evakuasi di laut Bali, tetap dilaksanakan sampai sekarang. Jadi sampai sekarang masih ada KRI kita masih banyak di sana. Kemudian Swift Rescue dari Singapura juga membantu untuk pengangkatan," kata Ali.(tribun network/yud/git/dod)
Berita Keluarga Histeris Dapat Kabar Bharada Komang Tertembak KKB