TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penangkapan Densus 88 terhadap Munarman, tanggal 27 April 2021 di Pamulang,Tangerang, Banten, dipastikan karena Munarman berdasarkan bukti permulaan yang cukup diduga terlibat dalam peristiwa tindak pidana terorisme di 3 (tiga) tempat berbeda, yaitu kasus Baiat di UIN Jakarta tahun 2013, di Makasar, Sulsesl 2015 dan di Medan, Sumut tahun 2019.
Penangkapan Densus 88, tanggal 27 April 2021, di Pamulang, dipastikan telah didukung alat bukti yang sangat cukup berdasarkan hasil penyelidikan yang panjang yang digali dari pelaku lain, dan dari hasil penyadapan 3 (tiga) peristiwa terorisme di 3 (tiga) tempat berbeda sejak tahun 2013 s/d, sekarang.
Dengan demikian waktu penangkapan terhadap Munarman, selama14 (empat belas) hari, dipastikan sesuai dengan ketentuan UU No. 5 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas UU No. 15 Tahun 2003 Tentang Perpu No. : 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi UU dan KUHAP, sehingga dengan demikian, penangkapan Munarman sah dan bisa dipertanggungjawabkan.
"Kita patut menyampaikan penghargaan setinggi tingginya kepada Polri Cq. Densus 88 dan Bareskrim, karena, Densus 88 atas nama Negara telah memenuhi komitmen konstitusional dari negara yaitu menjaga dan mengawal ideologi negara, kedaulatan negara, keamanan negara, nilai - nilai kemanusiaan, berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara," kata Petrus Seleatinus, Ketua Tim Force Forum Advokat Pengawal Pancasila, Jumat (30/4/2021).
Kesaksian Achmad Aulia (30) mantan anggota FPI, terduga teroris di Makasar, bahwa dalam kasus baiat puluhan kader FPI masuk ke dalam jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD), sebuah organisasi teroris yang berafiliasi dengan ISIS, di Makasar tahun 2015, mengungkap fakta bahwa, Munarman, petinggi FPI turut hadir.
Kehadiran Munarman saat baiat anngota FPI ke dalam jaringan JAD-ISIS tahun 2013 dan 2015 harus dipandang sebagai memberi restu dan melegitimasi peran FPI dalam baiat tsb serta menjadi fakta yang tak terbantahkan mengungkap jejak FPI dan Munarman dalam jaringan JAD-ISIS, sejak tahun 2013 di UIN Jakarta, di Makasar 2015 dan untuk peristiwa terorisme di Medan 2019.
Baca juga: Wakil Ketua MPR: Peran Ulama Besar dalam Menghadapi Krisis Pandemi Covid-19
Fakta yang tak terbantahkan adalah jejak Munarman diungkap oleh Terdakwa Teroris Ade Supriadi dkk. sebagaimana dalam Surat Dakwaan Jaksa dan dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara, No. : 459/Pid.Sus.Teroris/2019/PN.Jkt.Utr. tangal 30 Juli 2019, pada halaman 6, 18, 57 dan 70 a/n. Terdakwa teroris Ade Supriadi dkk. bahwa Munarman hadir saat baiat JAD-ISIS di Makasar.
Ade Supriadi dalam keterangannya sebagai Terdakwa, menyatakan bahwa sekitar pertengahan tahun 2015 mendapat undangan di grup BBM untuk datang di acara tabligh akbar FPI yang diadakan di markas FPI di Jln. Sungai Limboto, Makasar, sekitar jam 09.00, dihadiri sekitar 500-700 anggota FPI, saat itu hadir juga Ustad Fauzan Anshori, Ustad Basri dan Munarman dari pengurus FPI Pusat.
Dalam Tabligh Akbar tersebut Ustaz Fauzan Anshori, Ustad Basri dan Ustad Munarman (Pengurus Pusat FPI), dan materi yang diberikan antara lain tentang "Tegaknya Kilafah Islam" (sudah tegaknya negara Islam) di bawah pimpinan Abu Bakar Albahdadi, kilafah yang dimaksud adalah ISIS yang ada di Syriah", juga ada ajakan kepada umat Islam untuk bergabung dengan Kilafah Islam ISIS di bawah pimpinan Abu Bakar Albahdadi.
Di dalam putusan Pengadilan Negeri Jakatta Utara a/n. Terdakwa Ade Supriadi, tanggal 30 Juli 2019, terungkap fakta bahwa mereka yang dibaiat sudah menyadari segala konsekuensi dari baiat tsb. yaitu mereka serta merta telah menjadi bagian dari Anshor Daulah dan daulah ISIS pimpinan Abu Bakar Albahdadi, sehingga semua seruan dan perintah yang diterima mereka yang dibaiat, harus dipatuhi.
Adapun seruan dan perintah dimaksud adalah : a. Berhijrah dari darul kufar Indonesia ke darul Islam yaitu ISIS di Syuriah atau yang terdekat ke Marawi Filipina; b. Bunuhlah warga negara yang mengirim tentaranya menyerang ISIS di Syuriah seperti Amerika, Prancis, Rusia dll.; c. Buatlah ladang jihad di daerah masing-masing dengan cara memerangi negara dan aparat pemerintah yang tidak menggunakan hukum Islam seperti Indonesia; d. Siapkan diri secara fisik dan kemampuan dana dalam rangka melakukan kegiatan yang diserukan oleh Amir ISIS.
Baca juga: Polri Masih Dalami Keterlibatan Munarman Dalam Aksi Terorisme
Karena itu, Rizieq Shihab, Munarman dan seluruh Elit FPI harus dipandang telah terikat di dalam komitmen dan segala konsekuensi dari baiat JAD-ISIS termasuk seruan atau perintah yang harus dipatuhi terhiting sejak baiat anggota FPI di UIN Jakarta 2013, di Makasar 2015 dan di Medan 2019, aehingga harus dimintai pertanggungjawaban secara pidana.
Dengan demikian penangkapan oleh Densus 88 terhadap.Munarman sah menurut hukum dan dapat dipertanggung jawabkan keabsahannya, karena dilakukan berdasarkan standar hukum nasional dan standard internasional khususnya tentang pelindungan terhadap aparat penegak hukum (Penyidij, Jaksa dan Hakim) dalam Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.