TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat maraknya kasus teror digital terhadap jurnalis dalam kurun waktu Mei 2020 sampai Mei 2021.
Ketua Bidang Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Erick Tanjung mengungkapkan dalam setahun terakhir tercatat 14 kasus teror berupa serangan digital.
Sebanyak 10 korbannya merupakan jurnalis dan empat korban lainnya merupakan media daring.
Baca juga: AJI: Ada 90 Kasus Kekerasan Terhadap Jurnalis Dalam Setahun Terakhir
Hal itu disampaikannya dalam Peluncuran Catatan AJI Atas Situasi Kebebasan Pers di Indonesia 2021 yang disiarkan secara langsung di kanal Youtube AJI Indonesia pada Senin (3/5/2021).
"Yang menjadi catatan kami adalah maraknya teror digital terhadap jurnalis periode satu tahun belakangan ini. Jadi catatan yang kami himpun belakangan ini, yang sudah kami verifikasi, dan beberapa kami dampingi kasusnya. Ada 14 kasus teror berupa serangan digital. 10 jurnalis yang menjadi korban, 4 media online," kata Erick.
Erick menjelaskan terdapat berbagai jenis serangan yang dilakukan terhadap jurnalis atau media daring
Setidaknya, kata dia, tercatat ada delapan kasus doxing, empat kasus peretasan, dan dua kasus Ddos (distributed denial of service).
Baca juga: AJI: Kebebasan Pers di Indonesia Masih Buruk Meskipun Peringkat IKP Naik
Erick mengungkapkan sejumlah kasus yang terjadi.
Pertama, doxing terhadap jurnalis detik.com pada Mei 2020 terkait pemberitaan mengenai rencana Presiden Jokowi meninjau persiapan New Normal di sebuah mal di Bekasi.
"Teman jurnalis ini dia dipersekusi bahkan sampai akun Go-Jeknya diretas dan dipesankan Go-Food, makanan yang banyak diantarkan ke rumahnya. Ini sudah mengancam hingga kenyamanan dan keselamatan sang jurnalis," kata Erick.
Selain itu, kata dia, doxing juga terjadi terhadap jurnalis Liputan6.com di Kendari pada Maret 2021 terkait berita yang berjudul "Mencari Keadilan, Ratusan Orang Duduki Polres Konawe Sambil Pamer Parang".
Erick mengatakan kelompok ormas setempat tidak terima dengan pemberitaan tersebut yang menyebabkan jurnalis tersebut didoxing, biodatanya disebarkan, dan dia juga mengalami ancaman, hingga diteror.
"Sampai sekarang kasus ini belum selesai, kita masih mendampingi untuk proses penyelesaiannya secara mediasi dan secara sengketa persnya juga kita serahkan ke Dewan Pers," kata Erick.
Baca juga: LPSK Pastikan Beri Perlindungan Jurnalis TEMPO yang Jadi Korban Penganiayaan
Selain itu, kata dia, doxing juga terjadi terhadap Ketua AJI Lampung pada Juni 2020.
Ketika itu, kata dia, doxing terjadi saat Ketua AJI Lampung mendampingi kasus Pers Mahasiswa yang mendapat teror digital ketika menggelar diskusi isu rasisme Papua.
Tidak hanya kepada jurnalis, peretasan juga terjadi pada situs media Tempo.co dan Tirto.id pada Agustus 2020.
"Serangan DDos terjadi terhadap dua media yang kerap menyuarakan hak-hak perempuan dan kelompok minoritas yaitu Konde.co dan Magdalene.co," kata Erick.