TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi Anton Setio Nugroho menyebut pada praktik rasuah ekspor benih bening lobster (BBL) yang menjerat eks Menteri KP Edhy Prabowo terdapat uang partisipasi untuk para perusahaan yang ingin ikut andil di dalamnya.
Dia mengatakan, uang partisipasi itu diminta oleh mantan staf khusus Edhy Prabowo, Andreau Misanta Pribadi untuk mengeluarkan proses perizinan ekspor.
Anton sendiri merupakan PNS Kemenko Maritim yang dimintai perbantuan tugas oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Hal itu dikatakan Anton saat dirinya duduk sebagai saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang lanjutan perkara ekspor BBL atas terdakwa eks Menteri KKP Edhy Prabowo di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Selasa (11/5/2021).
"Pak Andreau menyampaikan harus ada uang partisipasinya," tutur Anton dalam ruang sidang utama PN Tipikor.
Mendengar pernyataan tersebut, jaksa melayangkan pertanyaan terkait jumlah uang yang dijadikan sebagai syarat perizinan itu kepada Anton.
"Berapa uangnya?," tanya jaksa.
"Itu hal yang lumrah terkait hal ini, kalau dulu dulu bisa mencapai 5-10 miliar yang ini cuma 3,5 miliar saja," jawab Anton.
Baca juga: Penyuap Edhy Prabowo Sebut Ekspor Benur Tidak Menguntungkan
Anton yang merupakan Kepala Bidang Jejaring Inovasi Kemenko Maritim itu mengatakan salah satu pengusaha yang turut memberikan uang partisipasi tersebut adalah Sukanto Ali Winoto Direktur Utama PT Anugrah Bina Niha (PT ABN).
Kendati begitu kata Anton, dari jumlah yang diminta kepada Sukanto itu diturunkan jumlahnya, karena ada proses negosiasi dalam perbincangan antar keduanya.
"Pak Kanto mengatakan kalau seperti itu tidak kuat (biayanya), jadi hanya Rp2,5 milyar," tutur Anton.
Dari jumlah yang disepakati tersebut, lantas Anton menemui kembali Andreau untuk meminta persetujuan dari kesanggupan Sukanto.
Kata PNS Kemenko Maritim dan Investasi itu, Andreau menyatakan setuju uang tersebut untuk dijadikan proses perizinan ekspor BBL.
"Jawaban dari Andreau, ya sudah ga papa," tuturnya.
Tak cukup disitu, kepada Andreau, Dirut PT ABN itu kata Anton juga menyerahkan uang kembali sebesar Rp100 juta.
Adapun uang tersebut diberikan kepada Andreau sebagai ungkapan rasa terima kasih.
Kata Anton, uang tersebut langsung dibawanya ke ruang kerja Andreau yang berada di Lantai 15 Gedung KKP.
"Dari pak kanto ngasih 100 juta itu saya bawa ke pak Andreau, maksud pemberian adalah ucapan terima kasih," imbuhnya.
*Eks Menteri KP Edhy Prabowo Didakwa Terima Suap RP25,7 Miliar*
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo didakwa menerima suap Rp25,7 miliar dengan rincian 77 ribu dolar AS atau setara Rp1,12 miliar dan Rp24.625.587.250 (Rp24,6 miliar) dari beberapa perusahaan.
Suap itu ditujukan guna mengurus izin budidaya lobster dan ekspor benur.
Uang sebesar 77 ribu dolar AS diterima Edhy Prabowo dari Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito.
Sedangkan Rp24,6 miliar juga diterima dari Suharjito dan sejumlah eksportir benih bening lobster (BBL) lain.
"Terdakwa Edhy Prabowo bersama-sama Andreau Misanta Pribadi, Safri, Amiril Mukminin, Ainul Faqih, dan Siswadhi Pranoto Loe telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, telah menerima hadiah atau janji," kata jaksa KPK membacakan surat dakwaan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (15/4/2021).
"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya," sambung jaksa.
Atas perbuatannya, Edhy Prabowo didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.