Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 15 persen di tengah kelesuan daya beli masyarakat, menunjukkan kegagalan Kementerian Keuangan menjadikan APBN kebijakan fiskal sebagai instrumen dalam penciptaan sumber ekonomi barum
Hal tersebut disampaikan anggota Komisi XI DPR Kamrussamad menanggapi adanya wacana kenaikan tarif PPN dari saat ini 10 persen menjadi 15 persen, sebagai upaya menggenjot penerimaan negara dari pajak.
"Ini sama dengan berburu di kebun binatang, binatang sedang sakit pula, karena musim paceklik," kata Kamrussamad saat dihubungi, Rabu (12/5/2021).
Saat pandemi Covid-19, kata Kamrussamad, ekonomi tidak bisa didorong berjalan sebagaimana situasi normal, karena semua sektor ekonomi mengalami tekanan.
Baca juga: Belanja Infrastruktur di APBN Bikin Emiten Ini Yakin Performa Bisnisnya Bakal Makin Naik
"Pandemi membutuhkan lebih banyak anggaran untuk pencegahan maupun penanganan kesehatan, khususnya terkait Covid-19," ujar politikus Gerindra itu.
"Sayangnya pemerintah tidak memiliki peta jalan yang sejalan dengan prioritas di tengah pandemi. Berbagai insentif digelontorkan lewat APBN, lebih banyak didominasi untuk penyelamatan ekonomi," sambungnya.
Ia pun menyarankan pemerintah untuk segera menyelesaikan kasus seperti Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di masa krisis 1997 - 1998.
Baca juga: Komitmen Ekonomi Hijau Jokowi Perlu Dukungan dalam APBN 2022
"Itu penting, karena membebani APBN dengan bunga obligasi rekap yang harus dibayarkan tiap tahun sampai sekarang.
Beban keuangan negara di APBN lainnya, juga harus di rasionalisasi, termasuk beban utang pemerintah, baik cicilan pokok maupun bunganya," paparnya.
Kamarussamad menilai langkah tersebut dapat memberi kesan baik pada kredibilitas pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara, khususnya APBN.
"Dengan membaiknya kredibilitas, pemerintah bisa memanfaatkan fasilitas pengurangan utang, untuk mengurangi beban APBN ditengah masa pandemi seperti ini," tuturnya.