TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Pribadi (Sespri) mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Yofiana Dwi Nasution dicecar terkait pembelian peralatan rumah tangga.
Jaksa KPK juga menggali soal pembelian perabotan untuk rumah Edhy di Muara Enim, Palembang, Sumatera Selatan yang ditaksir senilai Rp 300 juta hingga Rp 400 juta.
Mulanya, Jaksa menanyakan kepada Yofi perihal permintaan Edhy untuk membantu membeli barang.
Yofi mengaku bahwa namanya diusulkan oleh staf khusus (stafsus) Edhy, Safri untuk tugas tersebut. Dan disetujui oleh Edhy Prabowo.
Baca juga: Sidang Lanjutan Edhy Prabowo, JPU Hadirkan 12 Saksi dari Sespri hingga Pihak Swasta
Hal itu diungkapkan Yofi saat bersaksi dalam kasus suap benur lobster dengan terdakwa Edhy Prabowo di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (19/5/2021).
"Pak Edhy bilang 'siapa ya yang kira-kira bisa bantu saya untuk isi rumah di Palembang?' Bang Safri bilang Yofi saja," kata Yofi.
Yofi pun mengakui tak menolak tugas yang diberikannya tersebut.
Ia bahkan sempat berdiskusi dengan Sespri Edhy lainnya, Amiril Mukminin untuk merinci barang-barang yang akan dibeli.
Karena, uang yang digunakan untuk belanja berasal dari Amiril.
Ada pun barang yang dibeli itu meliputi serbet, rak piring, gelas sendok dan teko.
Kemudian elektronik berupa TV, AC, dan mesin cuci.
"(Kiriman uang,red) Rp 200 juta dikirim 2 kali. Pada 17 November Rp100 juta dan19 November Rp100 juta," ucap Yofi.
Yofi menuturkan, perabotan itu belum sempat dikirim ke Palembang lantaran keburu diserahkan ke penyidik KPK lantaran Edhy sudah terjaring operasi tangkap tangan (OTT).
"Kurang tau (harus sudah dikirim ke Palembang,red) tapi yang pasti saat Pak Edhy kembali dari AS semua barangnya sudah ada," jelasnya.
Sebelumnya, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo didakwa menerima suap Rp25,7 miliar dengan rincian 77 ribu dolar AS atau setara Rp1,12 miliar dan Rp24.625.587.250 (Rp24,6 miliar) dari beberapa perusahaan.
Suap itu ditujukan guna mengurus izin budidaya lobster dan ekspor benur.
Uang sebesar 77 ribu dolar AS diterima Edhy Prabowo dari Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito.
Sedangkan Rp24,6 miliar juga diterima dari Suharjito dan sejumlah eksportir benih bening lobster (BBL) lain.
Atas perbuatannya, Edhy Prabowo didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.