TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tipikor Jakarta kembali menggelar sidang kasus dugaan korupsi izin ekspor benih lobster (benur), untuk terdakwa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Selasa (25/5/2021).
Jaksa Penuntut Umun (JPU) menghadirkan saksi bernama Achmad Syaihal Anam.
Di persidangan, Syaihal mengakui ada percakapan soal pembelian jam tangan mewah merek Rolex.
"Ada pembicaraan pak Edhy minta belikan jam Rolex?," tanya jaksa di persidangan.
Syaihal membenarkan sempat mendengar perbincangan antara Sekretaris Pribadi Edhy Prabowo, Amiril Mukminin dengan Deden Purnama. Isinya membicarakan permintaan pembelian jam tangan merek Rolex terbaru.
Namun Syaihal mengaku tidak tahu menahu dari mana asal permintaan tersebut.
"Saya hanya mendengar saja. Ada yang beli jam Rolex gitu aja pak. Permintaan siapa saya kurang tahu," jawab Syaihal.
Jaksa lantas membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik Syaihal, yang kemudian dibenarkan Syaihal.
"Saya mendengar percakapan Amiril dengan Deden Purnama di restoran daerah Bogor. Mereka membicarakan permintaan pembelian jam tangan merk Rolex terbaru. Saat itu masih proses pemesanan," ucap jaksa membaca BAP.
"Benar," singkat Syaihal.
Diketahui mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo didakwa menerima suap Rp25,7 miliar dengan rincian 77 ribu dolar AS atau setara Rp1,12 miliar dan Rp24.625.587.250 (Rp24,6 miliar) dari beberapa perusahaan. Suap itu ditujukan guna mengurus izin budidaya lobster dan ekspor benur.
Uang sebesar 77 ribu dolar AS diterima Edhy Prabowo dari Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito. Sedangkan Rp24,6 miliar juga diterima dari Suharjito dan sejumlah eksportir benih bening lobster (BBL) lain.
Dalam dakwaan jaksa, terungkap Edhy mengalirkan uang suap itu ke sejumlah pihak, termasuk membelanjakan barang - barang mewah.
Pertama, pada Juli 2020 Edhy membayar sewa apartemen di bilangan Cawang, Jakarta Timur, untuk sekretaris pribadinya Anggia Tesalonika Kloer sebesar Rp70 juta.