TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (WP KPK) Yudi Purnomo Harahap mengatakan 75 pegawai non-Aparatur Sipil Negara (ASN) tetap 'ngantor' ke Gedung Merah Putih.
"Tetap masuk kantor seperti biasa. Enggak ada perbedaan, kawan-kawan tetap memberi dukungan kepada kami," kata Yudi yang juga termasuk ke dalam 75 pegawai lewat keterangan tertulis, Kamis (3/6/2021).
Sebagaimana diketahui, Ketua KPK Firli Bahuri telah melantik 1.271 dari 1.349 pegawai yang ikut asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) menjadi ASN bertepatan dengan peringatan Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni.
Adapun 75 lainnya dinyatakan tidak lolos TWK, 51 orang diantaranya diputuskan tak lagi bisa bekerja di KPK, sementara 24 sisanya bisa kembali bertugas dengan syarat dibina terlebih dulu.
Menurut Yudi, tak ada perbedaan meski ada ribuan pegawai yang telah dilantik menjadi ASN.
Katanya, 75 pegawai yang dinonaktifkan oleh pimpinan KPK hingga kini tetap melakukan koordinasi secara informal terkait penanganan perkara korupsi.
Namun tidak bisa lagi menangani perkara sebagaimana mestinya.
"Tapi kalau tindakan pro justitia misal geledah, memeriksa saksi atau tersangka, atau menyita barang sudah tidak bisa lagi. Kan diminta menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan," beber Yudi.
Baca juga: Ketua KPK Firli Bahuri Dilaporkan ke Bareskrim Polri Atas Dugaan Kasus Gratifikasi
Sebelumnya, pimpinan KPK menegaskan tak bakal mencabut Surat Keputusan (SK) Nomor 652 Tahun 2021 yang diterbitkan pada 7 Mei 2021.
SK tersebut berisi soal nonaktif 75 pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat TWK.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan, SK tersebut merupakan tindak lanjut hasil asesmen TWK yang disampaikan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) kepada pimpinan KPK.
Karena 75 pegawai KPK tidak memenuhi syarat untuk dialihkan menjadi pegawai ASN.
"Kebijakan Pimpinan KPK tersebut, dilatarbelakangi adanya mitigasi resiko/permasalahan yang mungkin timbul dengan adanya 75 pegawai KPK yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) sebagai pegawai ASN," ujar Alex dalam keterangannya, Kamis (3/6/2021).
Alex beralasan, SK Nomor 652 Tahun 2021 tanggal 7 Mei 2021 dikeluarkan oleh pimpinan KPK sesuai tugas dan kewenangan untuk merumuskan, menetapkan kebijakan dan strategi pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Hal ini juga sebagai asas-asas umum pemerintahan yang baik (good governance), agar pelaksanaan tugas dapat berjalan efektif dan efisien," jelas Alex.
Pernyataan ini menanggapi permintaan sejumlah perwakilan 75 pegawai KPK yang dibebastugaskan atas kebijakan Firli Bahuri cs tersebut.
"Berkenaan dengan hal-hal di atas, kami sampaikan bahwa pimpinan KPK tidak dapat memenuhi permintaan saudara Sujanarko, dkk untuk mencabut Surat Keputusan Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021 tanggal 7 Mei 2021," kata Alex.
Terkait kebijakan nonaktif 75 pegawai KPK ini, lima pimpinan KPK telah dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK.
Lima pimpinan KPK yang dilaporkan antara lain, Ketua KPK Firli Bahuri dan empat Wakil Ketua KPK antara lain, Lili Pintauli Siregar, Alexander Marwata, Nurul Ghufron, dan Nawawi Pomolango.
Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Internal KPK Hotman Tambunan menyampaikan, pelaporan terhadap pimpinan KPK dilakukan lantaran terjadi polemik akibat hasil TWK.
"Kenapa kami melaporkan pimpinan KPK pada hari ini? Karena kami melihat bahwa ada beberapa hal yang seharusnya tidak terjadi di lembaga antikorupsi seperti KPK. Hal ini juga merupakan suatu hal yang perlu kami perjuangkan demi kepentingan publik," kata Hotman di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Selasa (18/5/2021).