TRIBUNNEWS.COM - Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Jakarta, Ujang Komarudin ikut menanggapi pengakuan Menko Polhukam Mahfud MD yang menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat ingin membatalkan rencana revisi UU KPK dengan menerbitkan Perppu.
Namun, menurut Ujang, upaya Jokowi menerbitkan Perppu untuk menyelamatkan KPK hanya omong kosong belaka.
Terlebih, berdalih saat rencana tersebut terganjal restu DPR dan partai politik (parpol).
Ujang menilai, jika memang berniat menyelamatkan lembaga antirasuah itu, pemerintah seharusnya sejak awal tak merevisi UU KPK.
Baca juga: KPK Jawab Analisa Febri Diansyah yang Sebut Polemik TWK Berkaitan Kontestasi Politik 2024
"Omong kosong saja menyelamatkan KPK. Semua sandiwara saja dan rakyat sudah paham itu. Mestinya dulu pemerintah tak merevisi UU KPK."
"Kalau saat ini ya sudah rusak semua. KPK-nya sudah dirusak, dilemahkan, dan dibunuh," kata Ujang saat dihubungi Tribunnews.com, Senin (7/6/2021).
Lebih lanjut, Ujang mengatakan, pernyataan Mahfud tersebut ibarat pembenaran pemerintah semata agar tak disalahkan oleh publik.
"Itu alasan pembenaran pemerintah saja agar tak disalahkan oleh publik. Katanya Jokowi tak ada beban, mestinya kan tak ada beban untuk bisa keluarkan Perppu," ujar Ujang.
"Itu alasan berkelit pemerintah, agar sejarah tak mencatat buruk mereka. Padahal rakyat tahu persis, itu adalah persekutuan pemerintah dengan DPR RI," imbuhnya.
Padahal, Ujang menilai kala itusudah paling tepat pemerintah, dalam hal ini Presiden Jokowi untuk mengeluarkan Perppu demi menyelamatkan KPK.
Baca juga: Pengamat Politik: Kalau Mau Serius Selamatkan KPK, Keluarkan Perppu
"Mestinya keluarkan Perppu. Tapi mana mau (pemerintah-red)," tandasnya.
Senada dengan Ujang, Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Paramater Politik Adi Prayitno mengatakan, pemerintah harusnya mengeluarkan Perppu jika serius menyelamatkan KPK.
"Kalau mau serius selamatkan KPK keluarkan Perppu. Batalkan semua regulasi yang potensial bikin KPK sakaratul maut," ujar Adi, saat dihubungi Tribunnews.com, Senin (7/6/2021).
Kendati demikian, Adi turut mengamini pernyataan Mahfud MD.
Sebab, Adi melihat pelemahan KPK terjadi akibat DPR menyetujui revisi UU KPK.
"Saya 1.000 persen mengamini Mahfud MD. Soalnya kondisi KPK saat ini (terjadi) karena DPR menyetujui revisi UU KPK meski ditolak aktivis dan kelompok civil society. Proses pengesahannya juga sangat cepat," kata dia.
Adi juga menyebut persoalan lembaga antirasuah tersebut harus dilihat secara menyeluruh.
Seperti di hulu, ada keputusan kontroversi pemerintah yang disetujui DPR.
Sementara di hilir, Komisioner KPK hanya menerjemahkan UU yang sudah disahkan legislator dan pemerintah.
"Publik harus mempelototi persoalan hulu. Ada DPR yang sahkan UU ini. Hampir semua parpol setuju. Coba parpol menolak, tak mungkin begini KPK kondisinya sekarang," tandasnya.
Mahfud MD Ungkap Jokowi Sempat Ingin Terbitkan Perppu KPK
Sebelumnya diberitakan, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD buka suara terkait polemik yang muncul di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhir-akhir ini.
Mantan pimpinan Mahkamah Konstitusi (MK) ini ikut menyayangkan polemik 51 pegawai KPK yang dipecat karena tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Mahfud mengaku dirinya berada di pihak yang sama dengan lembaga antirasuah tersebut.
Namun, menurutnya, sejumlah pihak punya pendapat lain.
Baca juga: Mahfud MD Buka Suara soal Polemik TWK di KPK, Minta Jokowi Tak Disalahkan, Tuding Parpol dan DPR
Termasuk para koruptor yang dendam dengan KPK dan berusaha untuk dapat melemahkannya dengan cara apapun.
Hal ini disampaikan Mahfud dalam dialog dengan Rektor UGM dan pimpinan PTN/PTS seluruh Yogyakarta yang ditayangkan YouTube Universitas Gadjah Mada pada Sabtu (5/6/2021) lalu.
"Saya sangat hormat pada anak anak ini semua. Tetapi orang yang merasa punya data lain dan koruptor-koruptor yang dendam dan koruptor yang belum ketahuan tetapi takut ketahuan ini sekarang bersatu untuk hantam itu," kata Mahfud, dilansir Tribunnews.
Mahfud pun mengklaim, pelemahan yang dialami oleh KPK bukan kesalahan presiden Joko Widodo (Jokowi).
Tercatat, kata dia, sudah beberapa kali mantan Gubernur DKI Jakarta itu berupaya untuk menghentikan pelemahan ini.
Misalnya, saat presiden Jokowi berupaya untuk terbitkan Perppu untuk membatalkan rencana revisi UU KPK beberapa waktu lalu.
Baca juga: Mahfud MD Sebut Koruptor Bersatu Hantam KPK karena Dendam dan Takut Ketahuan
Namun, upaya itu justru kandas karena dapat pertentangan atau terhalang restu dari DPR dan Partai Politik.
"Ketika presiden mengeluarkan Perpu untuk undang-undang itu itu kan hantam kanan kiri. Bahwa DPR tidak setuju dan partainya tidak setuju."
"Bagaimana ingin mengeluarkan Perpu tapi ditolak artinya permainan itu tidak mudah."
"Tetapi saya sama seperti bapak dan masyarakat mendukung KPK itu harus kuat dan oleh sebab itu tinggal bagaimana menguatkan itu," ungkap dia.
Lebih lanjut, Mahfud meminta semua pihak untuk tidak meragukan komtimen dirinya untuk penguatan terhadap KPK.
Dia pun mengungkit perjuangannya dahulu saat masih menjabat ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
"Saya sejak dulu pro KPK sejak dulu. Saya ketua MK, 12 kali itu (KPK) ingin dirobohkan undang-undangnya dan saya bela dan menangkan KPK terus."
"Tetapi keputusan tentang KPK itu tidak di pemerintah saja, ada di DPR, ada di partai dan di civil society dan civil society ini akan pecah juga," jelas Mahfud.
Tak hanya itu, Mahfud mengaku juga mengenal baik orang-orang yang bekerja di KPK.
Termasuk salah satu penyidik seniornya Novel Baswedan.
"Saya kenal baik dengan Pak Novel Baswedan beberapa kali ke rumah dan beberapa kali ke kantor saya dan saya juga nengok ketika dia diserang air keras saya nengok ke rumah sakit."
"Ketika orang banyak tidak nengok karena takut dan karena segan, saya tetap nengok," ungkapnya.
(Tribunnews.com/Maliana/Igman Ibrahim/Vincentius Jyestha Candraditya)