Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Perjanjian kerja sama (PKS) pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) oleh Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan dua produsen asal Italia serta Prancis baru tahap awal.
Disampaikan oleh Pengamat militer, Alman Helvas. Kontrak tersebut, ucap Alman, belum bisa dilaksanakan dalam waktu dekat.
"Itu baru kontrak awal (preamble contract). Jadi, kemudian kontrak itu juga belum berlaku (coming into force), jadi kontrak itu klausulnya belum berlaku sekarang," ucapnya saat dihubungi di Jakarta, Minggu (13/6/2021).
Baca juga: Menhan Prabowo Subianto Bertemu Connie Bakrie, Diduga Membahas Soal Alutsista
Sekalipun sudah pada tahap coming into force, kerja sama juga belum bisa dieksekusi hingga masuk tahapan tanggal kontrak berlaku efektif (effective date of contract).
Pada fase ini, pihak pembeli harus sudah membayar uang muka, produsen kemudian memproduksi alutsista yang dipesan.
"Nah, dari tahap yang sekarang, kontrak sudah ditandatangani tetapi belum berlaku, sampai effective date of contract itu jangkanya masih panjang," ucapnya.
Baca juga: Kemhan: PT TMI Tidak Diberi Wewenang Ajukan Tender Pengadaan Alutsista
Karenanya, menurut Alman, PKS pengadaan alutsista tersebut tidak perlu diributkan. Apalagi, Kemenhan masih diharuskan membahasnya bersama instansi terkait lainnya.
"Keputusan terakhir bukan di Kemenhan karena untuk keuangannya ada di Kementerian Keuangan. Kan, kontrak kalau enggak ada uangnya juga enggak bisa jalan. Jadi, kuncinya ini ada di Kementerian Keuangan," tuturnya.
"Kalau Kementerian Keuangan setuju anggarannya, kemudian nanti anggaran disiapkan, dan kontrak bisa efektif. Tapi kalau Kementerian Keuangan tidak sejutu dengan anggarannya, ya, kontraknya bisa enggak efektif," sambung dia. Kemenhan pun harus membahas pengadaan ini bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Baca juga: Pengamat Sebut Kritik Connie Rahakundini Soal Alutsista Bias Karena Terafiliasi NasDem
Menurut Alman, praktik bisnis tersebut lazim dilakukan. Bahkan, ada pengadaan alutsista yang dilakukan Kemenhan pada beberapa tahun lalu belum terealisasi sampai sekarang.
"Misalnya waktu menterinya masih yang lama, masih Ryamizard, itu ada kontrak pembelian sukhoi sudah ditandatangani 2019 dan sampai hari ini kontraknya belum berlaku efektif, sudah dua tahun, karena ada ancaman dan sanksi Amerika," terangnya.
"Juga ada kontrak yang dari 2019 juga, kontrak pembelian 3 kapal selam dari Korea Selatan. Ditandatangani 2019 juga dan sampai saat ini belum efektif juga karena ada masalah-masalah teknis. Jadi, penandatanganan kontrak itu bukan berarti kontrak sudah efektif," tutup Alman.
Pernyataan serupa disampaikan pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi. Menurutnya, informasi kontrak yang beredar baru tahap awal.