News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

RUU KUHP

Mahfud Sebut 3 Hal yang Menjadi Penyebab Perdebatan Mengenai KUHP

Penulis: Gita Irawan
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam Halal Bihalal virtual Kemenko Polhukam bersama kementerian/lembaga, Jumat (14/5/2021).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mendorong Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru segera disepakati secara demokratis.

Ia menjelaskan, setidaknya ada tiga hal yang menyebabkan perdebatan-perdebatan mengenai KUHP baru buatan anak bangsa tidak kunjung disepakati.

Pertama, kata dia, kemajemukan bangsa Indonesia yang menyebabkan akar-akar pikiran masyarakat Indonesia sering berbeda-beda dalam menyikapi suatu isu.

Ia mencontohkan, dalam hukum adat ada 19 lingkungan hukum adat yang setiap satu lingkungan hukumnya memiliki turunannya.

Di situlah, proses agregasi untuk merumuskan apa yang disebut hukum nasional memang lama meskipun tetap harus diputuskan.

Kedua, kata dia, ada pertentangan yang hampir tidak pernah selesai antara universalisme dan partikularisme.

Perdebatan tersebut, pandangan terbelah dua antara mereka yang menilai hukum harus berlaku universal dan mereka yang menilai hukum harus sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya.

Baca juga: Mahfud MD Bicara Soal RUU KUHP: Kita Sedang Mengusahakan Kesepakatan yang Demokratis

Ia menjelaskan, meskipun beberapa perdebatan terkait hal itu sudah diselesaikan namun dari 14 substansi RUU KUHP yang menimbulkan polemik, masih ada sejumlah permasalahan yang bersumber dari perdebatan antara universalisme dan partikularisme tersebut

Ketiga, pemberlakuan KUHP Belanda yang terlalu lama sebagai sumber hukum sementara.

Hal tersebut disampaikan dalam sambutannya pada Diskusi Publik RUU KUHP yang digelar Kemenkumham RI di Jakarta Selatan pada Senin (14/6/2021).

"Tapi kalau pelan-pelan lebih dari 60 tahun menurut saya, berbicara sebuah hukum itu terlalu berlebihan. Oleh sebab itu mari sekarang kita segera cari resultante baru, toh sudah ada instrumen hukum," kata Mahfud.

Mahfud menegaskan pemerintah juga tidak mungkin menutup kemungkinan judicial review di Mahkamah Konstitusi atau legislatif review di DPR apabila nanti KUHP baru telah disahkan.

"Kalau ada, wah ini inkonstitusional, nanti ada MK lagi, ada legislatif review lagi. Tidak mungkin kita menutup kemungkinan terhadap legislatif review. Meskipun kita bermimpi ini berlaku selamanya dan tidak bisa diubah. Tidak mungkin," kata Mahfud.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini