Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 13 terduga teroris jaringan Jamaah Islamiyah (JI) Riau yang ditangkap tim Densus 88 Antiteror Polri diduga sempat terlibat dalam sejumlah aksi terorisme.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono mengatakan terduga teroris ditangkap terpisah di sejumlah wilayah di Riau mulai dari Pekanbaru, Kampar, Siak hingga Dumai.
Kepada pihak kepolisian, para terduga teroris mengaku pernah terlibat menyembunyikan para anggota JI yang menjadi buronan.
Salah satu yang disembunyikan pimpinan JI bernama Para Wijayanto yang ditangkap 2019 lalu.
"Kelompok ini berperan membantu menyembunyikan apabila ada DPO kepolisian yang menyangkut jamaah islamiyah ketika bergerak ke Riau. Kelompok inilah yang menyembunyikan. Jadi 13 orang ini bertugas nyembunyiin DPO Densus 88 khususnya dari kelompok JI itu mengamankan diri di Riau," kata Rusdi di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (15/6/2021).
Baca juga: Seorang Terduga Teroris Ditangkap di Bogor, Diduga Tergabung Kelompok JAD
Tak hanya itu, kata Rusdi, kelompok ini diduga pernah melakukan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan terorisme.
Diantaranya pelatihan menggunakan senjata api di sejumlah daerah di Riau.
"Kelompok ini juga telah melakukan kegiatan antara lain pelatihan pengunaan senjata, baik latihan penggunaan senjata tajam, maupun penggunaan senjata api. Ini untuk kelompok yang di Riau," tukasnya.
Sebagai informasi, Densus 88 Antiteror Polri menangkap 13 terduga teroris yang diduga tergabung dalam jaringan Jamaah Islamiyah (JI) di wilayah Riau pada Senin (14/6/2021) kemarin.
Kepolisian RI juga sebelumnya menyampaikan total masih ada 6.000 orang tergabung dalam jaringan organisasi teroris jamaah Islamiyah (JI) yang masih aktif di Indonesia.
"Dari penjelasan beberapa tersangka, sekitar 6.000 jaringan JI masih aktif. Ini menjadi perhatian kami," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (18/12/2020).
Ia menyebut organisasi terorisme Jamaah Islamiyah (JI) mewajibkan kepada anggotanya yang memiliki pekerjaan tetap untuk menyisihkan pendapatannya sebesar 5 persen.
Menurut Argo, uang itu diberikan anggotanya kepada JI pusat setiap bulannya. Dana itulah yang kemudian menjadi salah satu pemasukan dari organisasi JI dalam melakukan kegiatan terorismenya.