TRIBUNNEWS.COM - Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan permohonan banding yang diajukan mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta 'memotong' hukuman vonis Pinangki selama 6 tahun alias separuh lebih dari masa hukuman di putusan tingkat pertama.
Dengan demikian, Pinangki yang sebelumnya divonis 10 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, kini akan menjalani masa tahanan selama 4 tahun.
Dikutip dari Kompas.com, putusan tersebut diambil oleh ketua majelis hakim Muhammad Yusuf dengan hakim anggota Haryono, Singgih Budi Prakoso, Lafat Akbar, dan Renny Halida Ilham Malik.
Baca juga: KY Bakal Periksa Majelis Hakim PT DKI Terkait Diskon Hukuman Pinangki
Baca juga: Apa Alasan Hakim PT Jakarta Potong Masa Tahanan Jaksa Pinangki dari 10 Tahun Jadi 4 Tahun?
Lantas, siapa Muhammad Yusuf yang menjadi ketua majelis hakim dalam penanganan perkara banding Jaksa Pinangki?
Dari penelusuran Tribunnews.com di situs resmi pt-jakarta.go.id, Muhammad Yusuf adalah seorang Hakim Tinggi dengan golongan Pembina Utama IV/e.
Muhammad Yusuf lahir di Sumedang, 18 Oktober 1955.
Sebelum menjadi hakim di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Muhammad Yusuf pernah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Kendari.
Lantas, ia diangkat menjadi Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan.
Dikutip dari pt-banjarmasin.go.id, Muhammad Yusuf dilantik menjadi Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan pada 20 April 2010.
Baca juga: CEK eform.bri.co.id/bpum/banpresbpum.id, Cek Penerima BLT UMKM 2021 Tahap 3 & 2, Link & Cara Daftar
Baca juga: Tes DNA Pasien ODGJ Keluar, Ternyata Bukan Abrip Asep, Polisi yang Hilang Saat Tsunami Aceh
Harta Kekayaan Muhammad Yusuf
Lantaran menjadi satu di antara pejabat negara, Muhammad Yusuf wajib melaporkan harta kekayaannya kepada KPK.
Dikutip dari elhkpn.kpk.go.id, Muhammad Yusuf terakhir kali melaporkan harta kekayaannya pada 5 Februari 2021.
Tercatat, Muhammad Yusuf memiliki harta kekayaan sebesar 2.405.392.839.
Aset berupa tanah dan bangunan menyumbang sebagian harta kekayaan Muhammad Yusuf.
Walau hanya memiliki dua tanah dan bangunan, tapi totalnya mencapai Rp 1,7 miliar.
Aset lain yang dimiliki Muhammad Yusuf adalah alat transportasi dan mesin yang mencapai Rp 326 juta.
Muhammad Yusuf juga masih memiliki sejumlah aset yang menambah pundi-pundi harta kekayaannya.
Rinciannya harta bergerak lainnya Rp 336.150.000 serta kas dan setara kas Rp 43.242.839.
Selengkapnya, berikut daftar harta kekayaan Muhammad Yusuf, hakim di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta:
A. TANAH DAN BANGUNAN Rp 1.700.000.000
1. Tanah dan Bangunan Seluas 513 m2/149 m2 di SUMEDANG, WARISAN Rp 1.000.000.000
2. Tanah dan Bangunan Seluas 198 m2/108 m2 di SUBANG, HASIL SENDIRI Rp 700.000.000
B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp 326.000.000
1. MOBIL, TOYOTA KIJANG- STW MINIBUS Tahun 1993, HASIL SENDIRI Rp 150.000.000
2. MOTOR, SUZUKI SHOGUN SEPEDA MOTOR Tahun 2004, HASIL SENDIRI Rp 6.000.000
3. MOBIL, TOYOTA KIJANG INNOVA MINIBUS Tahun 2008, HASIL SENDIRI Rp 150.000.000
4. MOTOR, YAMAHA NMAX SEPEDA MOTOR Tahun 2015, HASIL SENDIRI Rp 20.000.000
C. HARTA BERGERAK LAINNYA Rp 336.150.000
D. SURAT BERHARGA Rp ----
E. KAS DAN SETARA KAS Rp 43.242.839
F. HARTA LAINNYA Rp ----
Sub Total Rp 2.405.392.839
HUTANG Rp ----
TOTAL HARTA KEKAYAAN Rp 2.405.392.839
Tangani Banding Eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan
Sebelum menangani perkara banding eks Jaksa Pinangki, Muhammad Yusuf juga pernah menangani perkara banding eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan yang diajukan KPK.
Diketahui, KPK mengajukan banding atas vonis terhadap Wahyu Setiawan yang dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat.
Salah satu pertimbangan KPK mengajukan banding karena Wahyu Setiawan tidak dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik.
Namun, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak banding tersebut.
Putusan banding PT DKI Jakarta tidak menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik bagi Wahyu seperti yang diminta KPK.
Alasannya, Wahyu tidak berkarier dalam dunia politik serta dengan pertimbangan hak asasi manusia, Wahyu Setiawan telah bekerja di KPU dengan menyukseskan Pemilu 2019.
"Bahwa Terdakwa Wahyu Setiawan tidak berkarier dalam dunia politik dan dengan telah dijatuhi pidana pokok tersebut sudah tipis harapan untuk memperoleh kedudukan yang lebih tinggi," demikian bunyi amar putusan majelis hakim dari situs Direktori Putusan MA, Rabu (9/12/2020).
Putusan banding tersebut juga menguatkan putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menjatuhkan vonis 6 tahun penjara bagi Wahyu.
"Menguatkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 24 Agustus 2020 Nomor 28/Pid.SusTPK/2020/PN.Jkt.Pst yang dimintakan banding tersebut," demikian bunyi putusan majelis hakim banding.
Adapun majelis hakim yang memutuskan banding tersebut terdiri dari Muhammad Yusuf sebagai hakim ketua majelis serta Sri Andini, Haryono, Jeldi Ramadhan, dan Lafat Akbar selaku hakim anggota.
Putusan banding terebut dibacakan pada Senin (7/9/2020) tersebut dan tercatat pada nomor putusan 37/PID.TPK/2020/PT DKI.
Alasan Pengadilan Potong Masa Tahanan Jaksa Pinangki
Sementara itu, terkait alasan pemotongan masa tahanan eks Jaksa Pinangki, majelis hakim memiliki alasan tersendiri.
Dalam putusan pengadilan yang ditayangkan laman Mahkamah Agung (MA), majelis hakim tingkat banding menilai putusan yang dijatuhkan majelis hakim tingkat pertama terlalu berat.
Hal ini terlihat dari pertimbangan hakim tingkat banding yang tertuang di halaman 141 putusan hakim tersebut.
Pertimbangan pertama, Pinangki sudah mengaku bersalah dan mengatakan menyesali perbuatannya serta telah mengikhlaskan dipecat dari profesinya sebagai Jaksa.
Oleh karena itu, Pinangki masih dapat diharapkan akan berperilaku sebagai warga masyarakat yang baik.
Kedua, Pinangki adalah seorang ibu dari anaknya yang masih balita (berusia 4 tahun) sehingga layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhannya.
Ketiga, Pinangki sebagai wanita harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil.
Keempat, perbuatan Pinangki tidak terlepas dari keterlibatan pihak lain yang turut bertanggung jawab, sehingga kadar kesalahannya memengaruhi putusan ini.
Kelima, tuntutan pidana Jaksa Penuntut Umum selaku pemegang azas Dominus Litus yang mewakili negara dan pemerintah dianggap telah mencerminkan rasa keadilan masyarakat.
Oleh karena itulah, berdasarkan pertimbangan tersebut, putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 8 Februari 2021 Nomor 38/Pid.Sus/TPK/2020/PN Jkt.Pst yang dimintakan banding tersebut harus diubah sekadar mengenai lamanya pidana penjara yang dijatuhkan terhadap Pinangki.
Dengan demikian, Pinangki akan menjalani masa tahanan selama 4 tahun penjara dan denda Rp 600 juta.
Jika denda tak dibayarkan, maka diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan.
(Tribunnews.com/Sri Juliati/Ilham Rian Pratama)