TRIBUNNEWS.COM - PT Pertamina (Persero) terus aktif berkontribusi mendukung komitmen Pemerintah Indonesia menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29% atau atas dukungan internasional ditargetkan mencapai 41% pada tahun 2030. Komitmen global tersebut tertuang dalam Paris Agreement pada Konferensi Perubahan Iklim (The Conference of Parties-COP 21) di Paris.
Komitmen ini juga sejalan dengan penerapan prinsip Environment, Social and Governance (ESG) Pertamina. Hal ini kembali dipertegas dengan menggandeng perusahaan Jepang yakni JANUS, JGC Corporation, J-Power, dan Institut Teknologi Bandung (ITB) melalui Kesepakatan Kerjasama Studi (Joint Study Agreement) untuk mengkaji penerapan Carbon Capture, Utilization and Storage and Enhanced Gas Recovery (CCUS/EGR) pada proyek lapangan Gundih di Cepu, Jawa Tengah.
Penandatanganan JSA tersebut dilakukan secara virtual oleh Dannif Danusaputro selaku Chief Executive Officer (CEO) Subholding Power and New & Renewable Energy Pertamina bersama Kazuhiko Chikamoto, Representative Director and President of JAPAN NUS Co., Ltd, Yutaka Yamazaki Representative Director, President of JGC Corporation, Sugiyama Hiroyasu, Director & Executive Vice President of Electric Power Development Co., Ltd (J-POWER) dan Prof. Ir. I Gede Wenten, M.Sc., Ph.D. sebagai Wakil Rektor Bidang Research & Innovation ITB.
Kesepakatan para pihak pada proyek JSA CCUS/EGR di Lapangan Gundih ini akan menjadi tonggak, salah satu inisiatif Pertamina untuk mengurangi emisi karbon dengan potensi pengurangan CO2 sebanyak 300.000 ton CO2 per tahun dari total 3 juta ton CO2 selama 10 tahun, yang sekaligus berpotensi berkontribusi pada peningkatan produksi gas.
CO2 ini akan tersimpan di subsurface formation dan akan memberikan benefit Enhance Gas Recovery. CO2 yang tersimpan akan dinyatakan sebagai carbon credit yang akan dishare antara pihak Pemerintah Indonesia dan Jepang
“Kami diamanatkan untuk melakukan transisi, dari Pertamina sebagai perusahaan Migas menjadi perusahaan energi, dimana kita akan meningkatkan portofolio dan bauran energi dari Energi Baru Terbarukan (EBT) serta pengurangan emisi CO2 untuk dekarbonisasi,” ujar Dannif Danusaputro, CEO Subholding Power and New & Renewable Energy Pertamina.
Saat ini, Pertamina sedang menyusun Roadmap Dekarbonisasi untuk mendukung pengendalian perubahan iklim global dan CCUS tersebut dan akan menjadi salah satu inisiatif yang dapat berdampak pada pengurangan karbon secara signifikan. Kerja sama studi kelayakan akan berlangsung dari Juni 2021 hingga Februari 2022. Selanjutnya akan dilaksanakan FEED dan EPC pada 2022-2024 dan diperkirakan akan beroperasi pada tahun 2026.
“Kami berinisiatif untuk ikut terlibat Joint Study ini. Semoga kita bisa segera masuk ke komersialisasi. Saya sangat mengapresiasi semua pihak dan saya berharap kita dapat bertemu setelah pandemi ini berakhir dan mewujudkan terobosan tersebut,” imbuhnya.
Representative Director and President of JAPAN NUS Co., Ltd, Kazuhiko Chikamoto menyebutkan bahwa dekarbonisasi adalah keharusan bagi pemerintah dan swasta di seluruh dunia. Untuk itu, Pemerintah Jepang telah menetapkan target ambisius untuk pengurangan emisi CO2 sebesar 46% pada tahun 2030. Sehingga dilakukan perubahan bersama untuk mewujudkan tujuan aspirasi tersebut.
Dalam konteks ini, CCUS di Lapangan Gundih bukan hanya proyek dekarbonisasi, tetapi juga model praktik terbaik proyek dekarbonisasi di kawasan Asia. Ini merupakan model yang sangat inovatif yang dapat dikembangkan lebih lanjut dalam waktu dekat.
“Kami sangat mengapresiasi Pertamina yang memberikan kami peluang besar di lapangan Gundih baru. Kerja sama ini adalah langkah besar yang belum pernah terjadi sebelumnya, ”ungkap Kazuhiko Chikamoto. (*)