TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan dakwaan terdakwa pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk (BLEM) Samin Tan pada hari ini, Senin (21/6/2021), di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam dakwaan Samin Tan, jaksa KPK menyebut nama Anggota Komisi XI DPR RI asal Partai Golkar Melchias Marcus Mekeng dan mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan.
Sebagaimana dakwaan Samin Tan, Mekeng dan Jonan disebut berperan dalam perkara suap terkait pengurusan terminasi kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT) di Kementerian ESDM.
Jaksa menyebut Mekeng merupakan pihak yang mempertemukan Samin Tan dengan Eni Maulani Saragih, mantan Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, pihak yang disuap Samin Tan sebesar Rp5 miliar.
Baca juga: Samin Tan Didakwa Jaksa KPK Suap Eni Maulani Saragih Rp 5 Miliar
Pertemuan tersebut, lanjut jaksa, berujung suap Samin Tan kepada Eni Saragih terkait pengurusan PKP2B PT AKT di Kementerian ESDM.
"Melchias Marcus Mekeng mengenalkan terdakwa (Samin Tan) kepada Eni Maulani Saragih selaku anggota Komisi VII DPR-RI yang membidangi energi serta memiliki mitra kerja diantaranya Kementerian ESDM," kata jaksa.
"Dalam pertemuan itu, terdakwa meminta bantuan terkait permasalahan PKP2B PT AKT kepada Eni Maulani Saragih," tambahnya.
Setelah mendapat penjelasan atas kondisi PKP2B PT AKT tersebut, diungkapkan jaksa, Eni menyanggupi akan memfasilitasi komunikasi antara Kementerian ESDM dengan pihak PT AKT.
Kemudian, Eni meminta Samin Tan untuk menyiapkan kronologis terkait permasalahan PKP2B tersebut.
"Selanjutnya, terdakwa memerintah Nenie Afwani (selaku direktur PT BLEM) menyiapkan dan menyerahkan kronologis berikut dokumen-dokumen pendukung tersebut kepada Eni Saragih," ujar jaksa.
Di sisi lain, jaksa menyebut bahwa Eni pernah bertemu dengan Jonan untuk membahas permasalahan PKP2B PT AKT.
Dalam pertemuan itu, Jonan memberikan saran kepada Eni untuk diteruskan kepada Samin Tan terkait permasalahan PT AKT.
"Ignatius Jonan memberi saran agar proses gugatan PT AKT di PTUN tetap dilanjutkan dan berjanji jika gugatan PT AKT dikabulkan oleh PTUN Jakarta, maka Ignatius Jonan akan memberikan rekomendasi yang diperlukan dalam rangka perpanjangan izin ekspor yang sudah hampir mati dan izin pembelian bahan peledak untuk tambang, sambil menunggu putusan akhir atas gugatan TUN PT AKT," kata jaksa.
Kemudian, lanjut jaksa, pada 5 April 2018, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan gugatan PT AKT dan membatalkan SK terminasi Menteri ESDM.
Menindaklanjuti putusan itu, Samin Tan bersama Eni dan Mekeng menemui Jonan di Gedung Kementerian ESDM.
"Pada pertemuan tersebut, Ignatius Jonan yang didampingi Bambang Gatot (Dirjen Minerba) menyampaikan dirinya tidak pernah berjanji sebagaimana penyampaian Eni Maulani Saragih kepada terdakwa," beber jaksa.
Atas hal tersebut, Samin Tan kemudian bertanya apa lagi yang dibutuhkan oleh Jonan, agar yakin PKP2B PT AKT tidak pernah dijaminkan.
Meneruskan penyampaian itu, Jonan meminta Samin Tan untuk menyerahkan surat pernyataan dari Bank Standard Chartered yang menyatakan bahwa PT AKT tidak menjaminkan PKP2B PT AKT, kepada Dirjen Minerba.
"Dengan surat pernyataan tersebut, permasalahan PKP2B PT AKT akan diselesaikan dan hak-hak PT AKT akan dikembalikan, serta izin-izin PT AKT yang hampir habis akan diberikan rekomendasi perpanjangan. Permintaan Ignasius Jonan tersebut, disanggupi oleh terdakwa," sebut jaksa.
Dalam perkara ini, pemilik PT BLEM atau yang lebih dikenal sebagai 'Crazy Rich' Samin Tan didakwa telah menyuap mantan Anggota DPR RI asal Partai Golkar Eni Maulani Saragih sebesar Rp5 miliar.
Adapun, uang sebesar Rp 5 miliar itu berkaitan dengan pengurusan terminasi kontrak PKP2B PT AKT di Kementerian ESDM.
Samin Tan sengaja menyuap Eni agar bisa membantunya mengurus permasalahan pemutusan PKP2B Generasi 3 antara PT AKT dengan Kementerian ESDM di Kalimantan Tengah.
PT AKT sendiri merupakan anak perusahaan dari PT BLEM yang masih kepunyaan Samin Tan.
Atas perbuatannya, Samin Tan didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.