Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk (BLEM) Samin Tan menyuap mantan Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih sebanyak Rp 5 miliar.
"Terdakwa Samin Tan selaku pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk (BLEM) yang bergerak di bidang jasa pertambangan batu bara dan memiliki anak perusahaan yaitu PT Asmin Kolaindo Tuhup (AKT), telah memberi uang sejumlah Rp5 miliar kepada Eni Maulani Saragih selaku Anggota Komisi VII DPR periode 2014-2019," bunyi surat dakwaan Samin Tan sebagaimana dibacakan tim JPU KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (21/6/2021).
Jaksa menyatakan suap itu diberikan supaya Eni mau membantu permasalahan pemutusan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi 3 antara PT AKT dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Kalimantan Tengah.
Samin Tan sendiri merupakan Ultimate Beneficiary Owner (UBO) atas PT BLEM yang merupakan holding company dengan anak perusahaan PT AKT yang bergerak di bidang pertambangan batu bara dengan tambang di Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah, dan PT Borneo Mining Services (BMS) yang bergerak di bidang penyewaan alat berat di Kabupaten Murung Raya, Kalteng.
PT AKT mempunyai PKP2B atau Coal Contract Of Work (CCOW) dengan Kementerian ESDM yang memberikan hak bagi PT AKT untuk melakukan kegiatan pertambangan di lahan seluas sekitar 40 ribu hektare, namun sejak 19 Oktober 2017 diterbitkan Surat Keputusan Menteri ESDM mengenai pengakhiran (terminasi) PKP2B tersebut, sehingga PT AKT tidak bisa lagi menambang dan menjual batubaranya.
Baca juga: Berkas Penyidikan Rampung, Samin Tan Bakal Segera Duduk di Kursi Pesakitan
Alasan terminasi adalah karena PT AKT dianggap telah melakukan pelanggaran atas PKP2B berupa menjaminkan PKP2B pada tahun 2012 kepada Bank Standard Chartered Cabang Singapura terkait pinjaman PT BLEM sejumlah 1 miliar dolar AS.
Atas terminasi tersebut, PT AKT mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dan gugatan PT AKT dikabulkan, namun Kementerian ESDM melakukan upaya hukum banding.
Putusan PTUN tingkat banding mengabulkan permohonan Kementerian ESDM.
Namun, PT AKT melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (MA) dan putusan kasasi menyatakan menolak permohonan kasasi yang dimohonkan oleh PT AKT.
"Pada awal 2018, saat proses persidangan di PTUN Jakarta, terdakwa menemui Melchias Marcus Mekeng di Kantor Melchias di Menara Imperium Kuningan Jakarta Selatan," ujar jaksa.
Pada kesempatan itu, Samin Tan meminta bantuan anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar tersebut agar terminasi PKP2B PT AKT dapat ditinjau kembali oleh Kementerian ESDM.
"Dan Melchias Marcus Mekeng menyampaikan akan mengenalkan terdakwa dengan anggota DPR-RI yang membidangi masalah tersebut," kata jaksa.
Baca juga: KPK Panggil Dua Saksi untuk Tersangka Samin Tan
Beberapa hari kemudian, di Kantor Mekeng, Samin Tan diperkenalkan dengan Eni Maulani Saragih selaku Anggota Komisi VII DPR RI yang membidangi energi serta memiliki mitra kerja di antaranya Kementerian ESDM.
"Dalam pertemuan itu, terdakwa meminta bantuan terkait permasalahan PKP2B PT AKT kepada Eni Maulani Saragih. Setelah mendapat penjelasan atas kondisi PKP2B PT AKT, Eni menyanggupi akan memfasilitasi komunikasi antara Kementerian ESDM dengan pihak PT AKT," sebut jaksa.
Eni meminta Samin Tan untuk menyiapkan kronologis atas permasalahan PKP2B tersebut disertai dokumen-dokumen pendukungnya.
Selanjutnya Samin Tan memerintahkan Direktur PT BLEM Nenie Afwani untuk menyiapkan dan menyerahkan kronologis berikut dokumen-dokumen pendukung tersebut kepada Eni.
Pada sekira Februari 2018, setelah diterbitkannya putusan sela, Samin Tan menemui Eni di Coffee Shop Fairmont Hotel Jakarta.
"Dalam pertemuan tersebut, Eni Maulani Saragih menjelaskan kepada terdakwa bahwa dirinya telah membahas permasalahan PKP2B PT AKT dengan Ignatius Jonan dimana Ignatius Jonan menyarankan agar proses gugatan PT AKT di PTUN tetap dilanjutkan dan berjanji jika gugatan PT AKT dikabulkan oleh PTUN Jakarta (tingkat pertama), maka Ignatius Jonan akan memberikan rekomendasi yang diperlukan," kata jaksa.
Ada dua izin yang disebut akan diberikan oleh Ignatius Jonan selaku Menteri ESDM saat itu, yaitu perpanjangan izin ekspor yang sudah hampir mati dan izin pembelian bahan peledak untuk tambang sambil menunggu putusan akhir atas gugatan TUN PT AKT.
Baca juga: Kasus Samin Tan, KPK Periksa Direktur PT Lintas Usaha Beyond Energi
Pada 5 April 2018, PTUN Jakarta mengabulkan gugatan PT AKT dan membatalkan SK Terminasi Menteri ESDM, sehingga Samin Tan bersama Eni Maulani Saragih dan Melchias Marcus Mekeng menemui Ignatius Jonan, di Gedung Kementerian ESDM.
Pada pertemuan tersebut, Ignatius Jonan didampingi Dirjen Minerba Bambang Gatot menyampaikan dirinya tidak pernah berjanji sebagaimana penyampaian Eni Maulani kepada Samin Tan.
"Atas hal tersebut, terdakwa bertanya apa lagi yang dibutuhkan oleh Ignatius Jonan, agar yakin PKP2B PT AKT tidak pernah dijaminkan. Atas penyampaian terdakwa, Ignatius Jonan meminta terdakwa untuk menyerahkan surat pernyataan dari Bank Standard Chartered yang menyatakan bahwa PT AKT tidak menjaminkan PKP2B PT AKT, kepada Dirjen Minerba," tutur jaksa.
Dengan surat pernyataan tersebut, permasalahan PKP2B PT AKT akan diselesaikan, dan hak-hak PT AKT akan dikembalikan, serta izin-izin PT AKT yang hampir habis akan diberikan rekomendasi perpanjangan.
Permintaan Jonan tersebut pun disanggupi Samin Tan.
Pada sekira Mei 2018, Bank Standard Chartered Cabang Singapura menerbitkan surat yang ditujukan kepada Menteri ESDM-RI melalui PT AKT.
Surat asli disampaikan kepada Ignatius Jonan, sedangkan salinannya disampaikan ke Bambang Gatot.
"Namun ternyata Ignatius Jonan tidak meyakini surat pernyataan tersebut benar dibuat oleh Bank Standard Chartered Cabang Singapura, dan meminta agar diatur pertemuan langsung antara Bambang Gatot atau tim yang ditunjuk dengan pihak Bank Standard Chartered Cabang Hong Kong atau Singapura," ujar jaksa.
Permintaan tersebut kembali disanggupi oleh Samin Tan.
Setelah pihak Bank Standard Chartered Cabang Hong Kong, Singapura, dan Indonesia bersedia bertemu dengan Kementerian ESDM Bambang Gatot menyampaikan kepada Nenie Afwani bahwa pertemuan cukup dilakukan dengan Pimpinan Bank Standard Chartered Cabang Indonesia.
Bank Standard Chartered Cabang Indonesia kemudian menerbitkan surat tambahan yang menyatakan bahwa surat pernyataan yang telah dibuat dan disampaikan oleh Bank Standard Chartered Singapura kepada Menteri ESDM adalah asli.
Walaupun pembuktian keaslian surat pernyataan yang dibuat dan disampaikan oleh Bank Standard Chartered sudah dipenuhi, Kementerian ESDM ternyata tidak langsung memproses hak, izin serta rekomendasi untuk PT AKT, namun masih menunggu instruksi Ignatius Jonan.
"Terkait hal tersebut, Eni Maulani Saragih lalu memberitahu terdakwa bahwa dirinya telah membicarakan perihal tersebut dengan Ignatius Jonan, dan Ignatius Jonan menginformasikan Kementerian ESDM akan meminta pendapat hukum (legal opinion) dari Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejaksaan Agung," ujar jaksa.
Atas bantuan Eni tersebut, Eni lalu meminta sejumlah uang kepada Samin Tan.
Tenaga ahli Eni bernama Tahta Maharaya lalu bertemu dengan Neni Afwani dan Indri Savanti Purnamasari, dan Neni menyampaikan menyampaikan uang yang akan diberikan kepada Eni adalah 'one point two dari lima'.
Penyerahan uang dilakukan di parkiran Plaza Senayan oleh Indri Savanti, yaitu uang sebesar Rp1,2 miliar dalam tas jinjing kepada Tahta Maharaya.
Baca juga: Koruptor Terusik Ingin Lemahkan KPK Sejak Gerakan Pengusutan Korupsi Sektor Sumber Daya Alam
Tas itu lalu diserahkan kepada Eni pada sore harinya di rumah Eni.
Pemberian kedua dilakukan pada 17 Mei 2018 di lantai 5 Gedung Menara Merdeka Jakarta.
Indri disaksikan Neni memberikan 2 tas jinjing olahraga kepada Tahta berisi uang sejumlah Rp2,8 miliar
Pada kesempatan tersebut Neni menyampaikan bahwa dirinya kesulitan melakukan penukaran mata uang, sehingga uang disiapkan secara bertahap dan agak lama.
Selanjutnya Tahta menyerahkan dua tas berisi uang tersebut kepada Eni di rumah Eni.
Setelah menerima uang-uang yang seluruhnya berjumlah Rp4 miliar itu, maka pada 2 Juni 2018, Eni mengirim pesan WhatsApp kepada Samin Tan.
"Pada pokoknya mengatakan 'Pak Samin, kemarin saya terima dari Mba Neni 4M ... terima kasih yg luar biasa ya...".
Selanjutnya, pada 5 Juni 2018, Eni mengirim pesan WA kepada Neni guna meminta tambahan uang kepada Samin Tan untuk kepentingan suami Eni terkait Pilkada Kabupaten Temanggung.
Eni juga mengirim pesan WA kepada Samin yang berbunyi "Pak Samin utk pilkada boleh dong ditambahin .. Atau pake dulu nanti dibalikin ... survei sdh bagus .. Jd hrs kencang terus"
Pada 22 Juni 2018 untuk memenuhi permintaan Eni, Nenie lalu menyuruh Tahta datang ke Kantor PT AKT, dan selanjutnya Tahta menerima uang tunai sejumlah Rp1 miliar yang diberikan dalam tas jinjing seorang laki-laki gemuk berkulit putih.
Tahta sempat menandatangani secarik kertas tanda terima bertuliskan 'buah 1 K' yang disodorkan oleh laki-laki tersebut.
Tahta menyerahkan tas berisi uang kepada Eni Maulani.
"Setelah itu, terdakwa tetap melanjutkan upayanya untuk menyelesaikan permasalahan PT AKT, antara lain memantau perkembangan legal opinion terkait PT AKT dari Jamdatun Kejaksaan Agung dan tetap melakukan komunikasi dengan Kementerian ESDM dengan difasilitasi oleh Eni Maulani Saragih," kata jaksa.
Atas perbuatannya, Samin Tan diancam pidana dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji dapat dipidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan denda minimal Rp50 juta maksimal Rp250 juta.