TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempercepat pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Terkait hal itu, Badan Legislasi (Baleg) DPR meminta pemerintah untuk mengambil inisiatif sebagai pengusul RUU PKS jika ingin pengesahan dipercepat.
"Ya kalau mau buru-buru, pemerintah harusnya yang ambil inisiatif sebagai pengusul RUU PKS. Ini kan Baleg selaku pengusul saat penetapan prolegnas prioritas," ujar Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi, kepada wartawan, Selasa (22/6/2021).
Baca juga: Pemerintah Minta Percepat Pengesahan RUU PKS, PPP : Mestinya Dibahas di Pansus
Awiek, sapaan akrab Baidowi, menjelaskan bahwa sebenarnya RUU PKS itu sempat terhambat atau mandek.
Baleg DPR pun akhirnya mengambil inisiatif untuk men-take over RUU tersebut sebagai usulan Baleg.
Politikus PPP itu memaparkan proses RUU PKS sendiri hingga saat ini masih dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan berbagai pihak.
Setelah penyusunan selesai, nantinya RUU itu baru akan diusulkan dan dibahas dengan pemerintah.
"Masih RDPU mendengarkan masukan dari para stakeholder. Setelah selesai penyusunan baru menjadi RUU usul inisiatif DPR. Kemudian dilakukan pembahasan bersama pemerintah," kata Awiek.
Baca juga: Viral, Burung Dara Balap Tertabrak, Pemilik Minta Ganti Rugi Rp 2,5 Juta
Lebih lanjut, Awiek mengimbau kembali apabila pemerintah ingin RUU PKS untuk segera disahkan, maka pemerintah dipersilakan mengajukan draf RUU.
Sebab, jika RUU PKS menjadi usulan DPR untuk menjadi draf RUU harus menyamakan persepsi dari 9 fraksi dan membutuhkan waktu.
"Jangan hanya lempar batu sembunyi tangan. Kalau mau cepat ya pemerintah jadikan usul inisiatif. Karena kalau usulan DPR untuk jadi draf RUU saja harus menyamakan persepsi 9 fraksi. Itu baru penyusunan belum pembahasan. Ya harusnya begitu, nanti DPR bikin DIM," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Pemerintah semakin memantapkan sikapnya mendukung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mempercepat pengesahan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (UU PKS).
Hal itu disampaikan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko saat membuka kickoff meeting Tim Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Pembentukan UU PKS di Gedung Bina Graha Jakarta, Senin (21/6/2021).
“Eskalasi kekerasan seksual terus meningkat dan bentuk-bentuk kekerasan semakin kompleks. Undang-undang ini sangat mendesak untuk segera diundangkan,” tegas Moeldoko.
Baca juga: DPR Gelar Rapat Paripurna, Empal Hal Ini yang Dibahas
Moeldoko yang juga merupakan satu di antara Tim Pengarah Gugus Tugas Percepatan Pembentukan UU PKS ini memaparkan, berdasarkan pengalaman korban (khususnya perempuan), berbagai bentuk kekerasan seksual belum diatur dalam regulasi yang berlaku.
Terlebih lagi, ada kemendesakan untuk juga mengakomodir hak-hak korban yang selama ini masih belum optimal dicakup dalam perundangan yang telah ada.
Oleh karena itu, Moeldoko yang didampingi Deputi V Kepala Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodhawardani menilai, UU PKS jadi harapan dalam memberikan penanganan yang komprehensif dari pencegahan, penanganan kasus, perlindungan serta pemulihan korban.
Wamenkumham Eddy O. S. Hiariej yang juga merupakan Ketua Tim Gugus Tugas Percepatan Pembentukan UU PKS berharap bisa segera bertemu dengan panitia kerja (panja) DPR untuk membahas lebih lanjut substansi RUU PKS.
Melalui pertemuan ini, Eddy tidak ingin RUU PKS tumpang tindih dengan peraturan perundangan lainnya.
Apalagi, katanya, pembahasan RUU PKS tidak diserahkan pada satu komisi di DPR saja, melainkan lintas komisi.
“Persoalan substansi ini perlu kita selesaikan. Harus diteliti kembali dan duduk bersama Kejaksaan dan Kepolisian sebagai bagian dari penegakkan hukum,” tutur Eddy.
Baca juga: Beredar Foto Jenazah Covid-19 Diangkut Truk, Pemprov DKI Sebut Baru Simulasi
Sementara Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI Fadil Zumhana berpendapat, UU PKS akan jadi peraturan khusus bagi perlindungan wanita.
Terutama terkait sanksi pidananya agar memberi efek jera bagi pelaku kekerasan seksual.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Ratna Susianawati juga menegaskan, urgensi UU PKS tidak bisa ditunda mengingat animo dan dukungan dari masyarakat.
Ratna pun berharap, Kantor Staf Presiden terus berperan dalam mengkoordinasikan kementerian/lembaga untuk menyiapkan berbagai perbaikan pada RUU PKS.
Di samping itu, KPPPA menyatakan siap menjalin komunikasi dengan berbagai pihak demi mendapat berbagai masukan terkait substansi RUU PKS.
Baca juga: Covid-19 Serang Anak-Balita, Jokowi Tunjuk BKKBN Tangani Covid Ibu Hamil dan Anak
Sebagai informasi, Tim Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Pembentukan UU PKS dibentuk berdasarkan Keputusan Kepala Staf Kepresidenan No. 6 Tahun 2021.
Adapun rapat kali ini merupakan rapat perdana yang bertujuan mengonsolidasikan masing-masing perwakilan Kementerian/Lembaga serta membahas alur kerja yang paling efektif dan efisien sehingga RUU PKS dapat segera disahkan.