TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI Fraksi PKS, Johan Rosihan meminta pemerintah segera mengevaluasi kinerja perpajakan di tanah air.
Pasalnya pendapatan perpajakan tahun 2020 turun sebesar 16,88 persen dibanding tahun 2019 lalu.
Menurut Johan, dengan penurunan ini pemerintah mesti kerja keras dan tidak boleh membuat kebijakan perpajakan yang menciderai keadilan dan memberatkan beban ekonomi rakyat seperti rencana PPN sembako dan PPN sekolah.
"Saya minta pemerintah mesti evaluasi kinerja perpajakan karena ternyata pada tahun 2019 lalu penerimaan PPN bisa mencapai Rp 655,4 Triliun tanpa harus berwacana pengenaan PPN Sembako," kata Johan melalui keterangannya, Kamis (24/6/2021).
Baca juga: Komisi IV Minta Rencana Pajak Sembako Dikaji Ulang
Anggota Komisi IV DPR ini juga menjelaskan agar pemerintah melakukan evaluasi terkait rencana pengenaan PPN Pangan Pokok.
Hal ini karena situasi data pangan di Indonesia masih amburadul sehingga rencana penerapan multitarif PPN sembako akan sangat sulit diterapkan serta biaya administrasi pemungutannya akan jadi lebih mahal.
"Salah satu indikator dari data pangan kita bermasalah adalah carut-marutnya data impor pangan dan belum terwujudnya kesatuan data tentang kondisi pangan nasional,” ujar Johan.
Selain itu, legislator dari NTB ini melihat bahwa sembako termasuk barang yang memiliki rantai pasok yang panjang serta sebagai sektor informal pertanian.
Baca juga: Keinginan Sri Mulyani Pajaki Sembako Bakal Dijegal Fraksi Demokrat DPR
Menurutnya, pemerintah mesti memahami bahwa rantai pasok pangan berbeda dengan rantai pasok produk dan jasa lainnya.
Sebab perubahan yang terus-menerus dan signifikan terhadap kualitas produk pangan di seluruh rantai pasok hingga pada titik akhir produk tersebut di tangan konsumen.
"Jadi rantai pangan mengalir dari petani ke konsumen bergerak dalam rantai yang panjang dan untuk beberapa produk pangan memiliki karakter mudah rusak, busuk dan turun mutu, hal ini berakibat sulit mengendalikan pengawasan pajaknya jika diterapkan pengenaan pajak sembako,” ucapnya.
Johan menegaskan dampak PPN sembako akan berakibat kenaikan harga sembako yang mendorong inflasi dan menurunnya daya beli masyarakat sehingga kemiskinan akan terus meningkat.
Kemiskinan yang terus meningkat akan menjadi beban berat bagi pemulihan ekonomi nasional.
Baca juga: Jenazah Pasien Covid-19 Diangkut Pakai Truk, Perajin Peti Jenazah Kewalahan
Dia menilai pemerintah harus waspada dengan adanya defisit APBN sebesar Rp 947,7 Triliun atau sekitar 6,14 persen dari PDB karena tahun 2021 ini harus jadi pembuktian untuk mencapai pemulihan ekonomi yang mencapai target 5,5 persen.
"Hal ini urgen menjadi perhatian pemerintah agar rakyat jangan dibebani dengan pajak sembako demi stabilitas ekonomi nasional," ucapnya.
Johan menambahkan terkait hasil riset yang menunjukkan bahwa 73 persen kontributor garis kemiskinan berawal dari bahan pangan, artinya jika harga sembako naik maka jumlah penduduk miskin pasti bertambah.
“Jangan sampai terjadi ketahanan pangan kita semakin lemah akibat rencana pengenaan pajak sembako ini,” ujarnya.
Baca juga: Diduga Depresi Terlilit Utang Pinjaman Online, Warga Tulungagung Pilih Akhiri Hidup
Wakil rakyat dari Pulau Sumbawa ini juga mengungkapkan berdasarkan LHP BPK RI disimpulkan bahwa transparansi, akuntabilitas dan kepatuhan keuangan negara selama pandemi ini tidak sepenuhnya tercapai, bahkan manajemen bencana tidak sepenuhnya efektif.
"Saya memberikan catatan kepada pemerintah agar memperkuat akuntabilitas manajemen bencana selama masa pandemi terutama bantuan sembako agar memiliki dampak signifikan terhadap penguatan ketahanan pangan nasional, sebab selama ini ternyata kebijakan bantuan sembako tidak berpengaruh signifikan terhadap ketahanan pangan terutama di daerah rentan rawan pangan," pungkasnya.