Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA—Penasehat Komunitas Jokowi - Prabowo 2024 (JokPro 2024), M. Qodari mendorong agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa kembali maju dalam Pilpres 2024 dan berpasangan dengan Prabowo Subianto.
Untuk mencapai itu, perlu adanya amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
“Saya menyadari sepenuhnya bahwa pasangan Jokowi-Prabowo itu baru bisa terjadi kalau terjadi amandemen. Ini mungkin yang tidak dipahami oleh teman-teman yang mengangkat #TangkapQodari atau kemarin ada yang melapor ke Polda Sumut,” ujar Qodari dalam Diginas Tribun Network: “Pro-Kontra Presiden Tiga Periode dan Pasangan Jokowi-Prabowo,” Kamis (24/6/2021).
“Jadi saya menyampaikan gagasan Jokowi-Prabowo dengan penuh kesadaran, bahwa itu harus dengan amandemen,” tegas Direktur Eksekutif Indo Barometer ini.
Amandemen itu baru bisa dilakukan, imbuh dia, kalau dilakukan oleh partai politik yang di DPR dan Anggota DPD RI.
Baca juga: Qodari: Jokowi-Prabowo Dalam Pilpres 2024 Solusi Atasi Polarisasi di Tengah Masyarakat
Jadi, kata dia, pencalonan Jokowi untuk periode ketiga itu baru bisa terjadi kalau partai politiknya mendukung.
“Saya kampanyekan Jokowi-Prabowo pada masyarakat, karena partai politik itu pasti mendengar suara masyarakat. Yang menjadi tuan atau bos dari partai politik itu adalah masyarakat,” ucapnya.
Dia juga menilai lumrah gagasan Jokowi tiga periode itu hanya ditentang oleh Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
“Saya perhatikan, yang tidak setuju itu pertama Demokrat, yang banyak dikutip dari #TangkapQodari, itu pernyataan dari para politisi Demokrat. Tapi kalau itu kan kita tidak heran. Bahkan ada pendukung Jokowi yang bilang, kalau Demokrat engga setuju berarti sudah benar gagasan ini (Jokowi tiga periode). Kira-kira begitu,” ucapnya.
“Adalagi PKS, itu yang jelas-jelas tidak setuju juga. Tapi teman-teman JokPro itu ngomong juga sama, kalau PKS tidak setuju itu juga wajar. Justru itu bukti bahwa gagasan ini benar,” jelasnya.
Namun sejauh ini partai-partai yang lain, belum ada bersuara menolak gagasan Jokowi tiga periode dan berpasangan dengan Prabowo di Pilpres 2024.
Baca juga: Qodari Ungkap Alasan Dorong Jokowi Tiga Periode Berpasangan dengan Prabowo di 2024
“(JokPro) ini menyadari, bahwa front ini jauh lebih besar. Karena partai-partai itu sendiri juga belum setuju,” jelasnya.
Alasan Dorong Jokowi Tiga Periode Berpasangan dengan Prabowo di 2024
Qodari juga mengungkap alasan mendorong agar Presiden Joko Widodo bisa kembali maju di Pilpres 2024, berpasangan dengan Prabowo Subianto.
Menghindari polarisasi dalam masyarakat pada Pemilu Presiden 2024 mendatang menjadi alasan mendorong Jokowi berpasangan dengan Prabowo di Pilpres 2024.
Qodari menilai Pilpres semakin lama semakin keras dari tahun ke tahun terakhir. Bahkan menurutnya, Pilpres terakhir-terakhir ini tidak sama dengan pemilu tahun 2004 tahun 2009. Kenapa tidak sama?
”Karena pertama, sekarang kita hidup di zaman politik identitas. Ini terjadi secara globalm bukan hanya terjadi di Indonesia.”
“Kedua yang juga baru adalah kita hidup di zaman medsos. Manusia sekarang hidup dalam dua dunia, dunia nyata dan dunia maya. Dunia medsos ini ternyata punya logikanya sendiri yang namanya logika algoritma biner dan itu menciptakan fenomena yang namanya ruang gema atau echo chamber,” ujar Qodari.
Hal itu kata dia, manifestasinya terlihat di Pilpres 2019 lalu dalam wujud kategorisasi cebong dengan kampret. Polarisasi ini telah mengakibatkan kerusuhan di 2019. Misalnya tatkala gedung Bawaslu diserbu habis-habisan, terjadi bentrokan di sejumlah lokasi di Jakarta.
Bila bukan Jokowi-Prabowo yang menjadi pasangan calon di 2024, maka dia khawatirkan akan terjadi kerusuhan dan kekerasan yang lebih besar lagi dan banyak korban jiwa jatuh.
“Sehingga saya melihat nanti 2024 kalau kalau polanya tetap seperti ini, katakanlah calonnya bukan Jokowi-Prabowo, maka terjadi yang dikhawatirkan akan banyak korban yang meninggal, terjadi penyerbuan ke gedung MPR, petugas kelelahan, kecapaian jadi korban. Kemudian ada kena peluru nyasar kayak 2019 itu, ada orang seperti Yunarto Wijaya menjadi target pembunuhan. Itu dalam skala yang berlipat dari sebelumnya yang sudah kita lihat. Singkatnya Indonesia akan memenuhi teori dari pemilu menuju kekerasan,” jelasnya.
Atas dasar itu lah, lanjut dia, dirinya berpikir mengenai solusi untuk hal itu.
“Saya melihat solusinya ada pada Jokowi dan Prabowo,” ucapnya.
Kenapa Jokowi-Prabowo?
Karena memang dua tokoh ini yang selama ini merupakan representasi dari pilihan masyarakat Indonesia. Hal itu sudah terlihat dan dibuktikan dalam pilpres 2014 dan 2019.
“Sederhana saja karena mereka berdua ini yang selama ini didukung lalu kemudian kalau saya kampanyekan, saya sosialisasi Jokowi Prabowo, insya Allah secara naluriah nanti masyarakat akan mendukung,” jelasnya.
Kemdian dua tokoh itu juga adalah dari nasionalis. Hal ini untuk bersatu melawan tantangan radikalisme di NKRI.
“Saya memang pengen ada aliansi besar tokoh nasionalis NKRI bersatu untuk menghadapi tantangan yang yang lain yaitu radikalisme, pemikiran-pemikiran garis keras.”
“Jadi ada para petualang politik yang kemudian pengaruhnya besar dan bisa membuat tensi itu menjadi sangat tinggi. Istilah saya itu variabel imam besar. Nah variabel ini harus ditutup ruang komunikasinya, ruang politiknya,” tegasnya.(*)