Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA—Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menegaskan penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode bertentangan dengan amanat reformasi.
“Gagasan ini perlu ditolak karena bertentangan dengan amanat reformasi,” ujar Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Agustyati, dalam diskusi daring bertajuk Keadilan Pemilu “Ambang Batas Calon dan Pembatasan Masa Jabatan Presiden,” seperti disiarkan di Channel Youtube PUSaKO FHUA, Minggu (27/6/2021).
Khoirunnisa mengingatkan semangat reformasi 1998 atas pemerintahan Orde Baru adalah membatasi masa jabatan presiden.
Pembatasan masa jabatan presiden ini ditujukan untuk tidak kembali terjerumus ke pemerintahan absolut atau otoriter.
Baca juga: Pakar Hukum Nilai Amendemen Perpanjangan Presiden 3 Periode Bisa Terjadi, Ini Alasannya
“Pada saat itu, saya rasa, ketika pembahasan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 pun, juga tidak ada menolak gagasan masa jabatan presiden yang hanya dua periode ini,” jelas Khoirunnisa.
Pembatasan masa jabatan presiden hanya dua periode itu, kata dia, ditujukan agar tidak mengulang kisah pada Orde Baru, yakni Presiden tidak terbatas masa jabatan dan kekuasaannya.
“Kepala negara itu juga manusia. Kekuasaan itu membuat terlena dan nyaman, sehingga bikin orang ingin terus berada dalam posisi itu. Justru itulah harus dibatasi,” tegasnya.