TRIBUNNEWS.COM - Dosen komunikasi Universitas Indonesia (UI) Ade Armando memberi tanggapannya terkait kritikan yang dilontarkan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI.
Seperti diketahui, BEM UI mengkritik Presiden Jokowi Widodo sebagai The King of Lip Service.
Kritik ini sampai membuat BEM UI dipanggil pihak rektorat kampus.
Sejumlah tokoh politik hingga aktivis mengecam hingga mendukung langkah BEM tersebut.
Menanggapi hal itu, Ade Armando menyebut polemik kritik BEM UI bak sinetron khas Indonesia.
Baca juga: PROFIL Rektor UI Ari Kuncoro, Disorot setelah Panggil BEM UI, Merangkap Jabatan Wakil Komisaris BUMN
Bahkan, ia mengatakan bahwa kritik BEM UI ini terlalu dibesar-besarkan.
"Maaf ya menurut saya sih, ini semua khas sinetron Indonesia, dibesar-besarkan dengan logika yang terbatas."
"Sebagai dosen, saya senang kalau mahasiswa UI menjadi mahasiswa yang kritis," ucapnya, dikutip dari tayangan YouTube Cokro TV, Senin (28/6/2021).
Meskipun mendukung Jokowi, Ade percaya bahwa pemerintah yang baik adalah pemerintah yang mau menerima kritik dari masyarakatnya.
Menurutnya, kampus adalah salah satu tempat terbaik lahirnya kritik tajam dari mahasiswa kepada pemerintah.
Baca juga: BEM UI Kritik Presiden Jokowi, Ini Profil Ketua BEM UI Leon Alvinda Putra
Akan tetapi, kata Ade, kritik itu harus berdasarkan argumen dan data yang kuat.
"Syaratnya satu, kritiknya ya harus menggunakan argumen yang kuat dan data yang sahih. Harus pintar" ucapnya.
Ade melihat kritik yang disampaikan BEM UI memiliki ilmu pengetahuan yang terbatasa.
"Malah kritikannya, maaf ya, keterbatasan pengetahaun sehongga terkesan bodoh," katanya.
Ia mencontohkan, satu kritikan BEM UI yang mengatakan Jokowi ingkar janji, karena pemerintah mengajukan rencaba revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Baca juga: 3 Aksi Viral BEM UI, Beri Kartu Kuning untuk Jokowi hingga Sebut DPR Dewan Pengkhianat Rakyat
Kata Ade, BEM menuturkan Jokowi telah memasukkan pasal-pasal represif dalam revisi UU ITE.
Ade mempertanyakan, apakah BEM sudah membaca revisi UU ITE tersebut.
"Kalau dibaca pasal-pasal yang hendak direvisi, terlihat jelas bahwa pemerintah berusaha mencegah agar jangan sampai pasal-pasal dala, UU ITE dimanfaatkan untuk mengkriminalisasi mereka yang berani berbicara bebas." ujarnya.
Menurutnya, revisi UU ITE ini hadir untuk mencegah seseorang jangan sampai dipidanan, hanya karena mengecam sebuah lembaga, seperti kasus Jerinx SID hingga Prita.
Baca juga: Rektorat UI Panggil Pengurus BEM, JPPI: Katanya Kampus Merdeka, Masa Dibungkam
"Kok tiba-tiba saja BEM UI menyebut revisi UU ITE itu sebagai represif?," lanjutnya.
Kemudian, Ade juga mencontohkan kritik BEM UI yang menyebut polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga pemilihan Ketua KPK Firli Bahuri, sebagai upaya pelemahan KPK.
"Gagasan revisi UU KPK itu datang dari DPR, yang memilih Firli juga DPR, dan yang menentukan ujian wawasan kebangsaan adalah KPK."
"Jokowi justru menganjurkan agar pegawai KPK yang tidak lulus ujian wawasan untuk tidak diberhentikan," kata Ade.
Penjelasan Ketua BEM UI soal Julukan Jokowi The King of Lip Service
Ketua BEM UI) Leon Alvinda memberikan penjelasan soal postingan organisasinya, yang menjuluki Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai The King of Lip Service.
Leon mengatakan, postingan itu bertujuan untuk mengingatkan sang presiden terkait segala perkataan yang telah diucapkan.
Menurutnya, selama ini, apa yang telah disampaikan Jokowi tak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
"Sebenarnya infografis yang dibuat oleh brigade UI, organ taktis dibawah BEM UI, itu kami ingin mengingatkan bapak Presiden kita untuk bisa memastikan perkataan-perkataan yang beliau sampaikan sesuai dengan realita di lapangan."
Baca juga: BEM UI Dipanggil Rektorat, Fahri Hamzah Singgung Zaman Orba: Kampus Harus jadi Sumber Kebebasan
"Kami melihat banyak sekali kontradiksi antara perkataan beliau dengan apa yang terjadi di lapangan," ucap Leon, dikutip dari tayangan Kompas TV, Minggu (27/6/2021).
Salah satu perkataan Jokowi tak sesuai dengan realita menurut Leon, yakni ucapan Jokowi yang rindu didemo.
Kenyataannya, lanjut Leon, banyak aksi represif dilakukan kepada mahasiswa, saat melakukan aksi demo.
Ia mencontohkan, aksi demo mahasiswa ketika peringatan hari buruh 1 Mei.
Baca juga: BEM UI sebut Jokowi The King of Lip Service, PPP: Penyampaian Kritik Harus Akurat
"Misalnya, pertama, terkait pernyataan bahwa beliau rindu didemo. Sayangnya, banyak sekali represifitas yang terjadi ketika kami melakukan demo."
"Contohnya, pada tanggal 1 Mei, lebih dari 160 mahasiswa mengalami represifitas ketika melakukan aksi hari buruh di jakarta," jelas Leon.
Diketahui sebelumnya, nama BEM UI tengah menjadi sorotan di media sosial, karena kritikannya.
Mereka menjuluki Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai The King of Lip Service lewat postingan akun Twitter, @BEMUI_Official, Sabtu (26/5/2021).
Organisasi mahasiswa ini menyebut Jokowi kerap mengumbar-umbar janji.
Yang pada akhirnya, menurut BEM UI, tak ditepati Jokowi sendiri.
"Jokowi kerap kali mengobral janji manisnya, tetapi realitanya sering kali juga tak selaras."
"Katanya begini, faktanya begitu. Mulai dari rindu didemo, revisi UU ITE, penguatan KPK, dan rentetan janji lainnya," tulis akun tersebut, dikutip Tribunnews dari Twitter @BEMUI_Official, Sabtu (26/6/2021).
BEM UI bahkan menyinggung soal Revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga polemik Tes Wawasan Kebangsaan sebagai upaya pelemahan lembaga anti rasuah itu.
Baca berita seputar Kinerja Jokowi lainnya
(Tribunnews.com/Shella Latifa)